1. Pengertian
peradaban
Kata peradaban berasal dari
bahasa Latin, yaitu 'civitas' yang artinya 'kota'. Dalam bahasa asing yang
lain, peradaban sering diistilahkan dengan civilization
(Inggris), beschaving (Belanda).
Tingkatan kebudayaan yang telah mencapai nilai yang tinggi atau luhur disebut
dengan peradaban.
Dengan kata lain, peradaban
adalah puncak dari hasil kebudayaan yang bernilai tinggi, maju, indah, sopan,
mulia, halus, tertib, dan sebagainya. Jadi nilai-nilai peradaban mengandung
nilai-nilai keluhuran budi dari segala hasil cipta, rasa, dan karsa suatu
kelompok manusia untuk masyarakat.
2. Proses awal pembentukan peradaban
Dalam sejarah peradaban awal
bangsa-bangsa di dunia, peradaban terbentuk umumnya karena dilatarbelakangi
oleh faktor-faktor yang hampir sama. Faktor pertama adalah letak geografis yang
berada pada posisi yang strategis serta dekat dengan sumber air, yakni sungai.
Hampir semua awal peradaban dunia terletak di lembah-lembah sungai.
Lokasi yang dekat dengan air
sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu masyarakat di peradaban kuno.
Sungai digunakan untuk kebutuhan pengairan bagi usaha pertanian serta
peternakan. Sungai juga berfungsi sebagai alat transportasi yang dapat
menghubungkan daerah-daerah lain sehingga terbentuklah jalur perdagangan suatu
daerah.
Faktor kedua adalah
ketersediaan lahan tanah yang subur bagi pertanian. Dengan tanah yang subur
itu, maka akan memberikan pasokan makanan yang cukup bagi seluruh penduduk.
Terlebih lagi, pusat-pusat peradaban kuno umumnya merupakan Kota-kota besar
yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan padat.
3. Ciri-ciri peradaban awal
Setiap peradaban memiliki
karakter yang khas dan unik. Adapun ciri-ciri yang umumnya terdapat di suatu
peradaban dapat dilihat sebagai berikut :
a. Pembangunan kota-kota dengan tata ruang yang baik, indah,
dan modern. Kota tersebut memiliki beragam fasilitas yang tidak ditemukan di
tempat-tempat lain.
b. Sistem pemerintahan yang tertib karena terdapat hukum dan
aturan-aturan.
c. Masyarakatnya terbagi dalam jenis pekerjaan, keahlian,
dan strata sosial yang jauh lebih kompleks.
d. Berkembangnya beragam ilmu pengetahuan dan teknologi baru
yang lebih maju, seperti bidang astronomi, kesehatan, bentuk tulisan,
arsitektur, kesenian, keagamaan, ilmu ukur, dan sebagainya.
HUBUNGAN
KEBUDAYAAN PURBAKALA DI VIETNAM DAN INDIA DENGAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT
PURBAKALA INDONESIA
Cikal-bakal masyarakat Indonesia adalah
daerah Campa di Tonkin, Vietnam serta Kamboja. Dari tempat-tempat inilah
nenek-moyang Indonesia mengenal kebudayaan meski masih primitif. Oleh karena
itu, kebudayaan masyarakat di sekitar Indocina, terutama Vietnam, Kamboja,
Laos, (Indochina) dan Myanmar (Burma), dan tentunya India, sangat berkaitan
dengan kebudayaan manusia purba di Indonesia.
Benda-benda perunggu yang tersebar ke
pelbagai wilayah Indonesia melalui jalur darat dan jalur laut. Jalur darat
adalah melalui Muangthai (Thailand) dan Malaysia, kemudian terus ke Kepulauan
Indonesia. Jalur laut adalah dengan menyeberangi lautan Cina Selatan, Filipina,
kemudian menuju pulau-pulau di Indonesia.
Kebudayaan-kebudayaan yang cukup memengaruhi
kebudayaan nenek moyang bangsa Indonesia adalah kebudayan dari Bacson-Hoabinh,
Dong Son, Sa Huynh, dan India.
1. Kebudayaan Bacson-Hoabinh
Tempat temuan kebudayaan Bacson-Hoabinh ini hampir
ditemukan di wilayah Asia Tenggara hingga Myanmar. Kebudayaan ini berlangsung
dari 18.000 hingga 3.000 tahun yang lalu. Ciri khas alat batu hasil budaya
Bacson-Hoabinh ini adalah penyerpihan pada satu atau kedua sisi permukaan batu kali
yang dapat dikepal oleh tangan. Sering kali seluruh tepian batu tersebut tajam
dan hasil penyerpihan inii menunjukkan bermacam-macam bentuk, misalnya lonjong,
segi empat, atau segi tiga.
C.F. Gorman, menyatakan bahwa
alat-alat batu paling banyak ditemukan di pegunungan batu kapur di Vietnam
utara, yaitu di daerah Bacson pegunungan Hoabinh. Selain alat-alat dari batu,
di Bacson ditemukan pula alat-alat serpih, batu giling dari berbagai ukuran,
alat-alat dari tulang, dan sisa-sisa tulang belulang manusia purba.
Di Indonesia, alat-alat batu kebudayaan
Bacson-Hoabinh bisa dilihat di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara,
Kalimantan, Sulawesi (Semenanjung Minahasa), Maluku Utara, Flores, hingga
Papua. Di Sumatera, alat-alat batu Bacson-Hoabinh ada di Lhokseumawe dan Medan.
di Jawa, alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh banyak ditemukan di Lembah
Sungai Bengawan Solo. Di Sulawesi Selatan ditemukan di daerah Cabbenge dan
pedalaman Maros.
2.
Kebudayaan Dong Son
Tradisi perunggu telah dimulai di Vietnam
bagian utara sekitar tahun 2.500 SM, jadi 4.000 tahun yang lalu. Kebudayaan
perunggu ini berkaitan erat dengan kebudayaan Dong Son dan Go Mun.
Benda-benda perunggu yang ada sebelum 500 SM terdiri atas kapak corong, ujung
tombak, sabit bercorong, ujung tombak bertangkai, mata panah, pisau, kail
pancing, dan gelang.
Benda-benda kebudayaan Dong Son merupakan
benda logam yang paling banyak ditemukan di wilayah Indonesia. Jadi, bukan
pengaruh budaya logam dari India maupun Cina, melainkan dari wilayah Dong Son
di Vietnam Utara.
Contoh benda budaya Dong Son yang ditemukan
di Indonesia adalah nekara tipe Heger I yang memiliki kesamaan dengan
nekara yang tertua dan terbaik di Vietnam. Persebaran nekara tipe Heger I
mencakup daerah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, serta Maluku Selatan.
Selain nekara, banyak ditemukan pula benda-benda perunggu lainnya, seperti
patung, perkakas rumah tangga dan bercocok tanam, serta perhiasan.
Tidak kurang dari 56 nekara yang ditemukan di
sejumlah tempat di Indonesia. Nekara banyak ditemui di Sumatera, Jawa, dan
Maluku Selatan. Para ahli berpendapat, nekara-nekara tersebut tidak dibuat di
tempat penemuannya, melainkan dibawa dari Cina, tempat asli dibuatnya
benda-benda tersebut.
Ini dilihat pula dari sudut gaya dan
kandungan timahnya yang cukup tinggi, sedangkan budaya Dong Son cenderung
memakai perunggu. Nekara di Bali memiliki motif hias yang kurang terpadu; ini
dapat dilihat dari gambar prajurit dan motif perahu yang banyak ditemukan pada
nekara-nekara tertua di Vietnam.
3.
Kebudayaan Sa Huynh
Budaya Sa Huynh didukung oleh kelompok sosial
yang berbahasa Cham (Austronesia) yang diperkirakan berasal dari Indonesia. Wilayah
Sa Huynh berada di selatan Vietnam. Kebudayaan Sa Huynh yang diketahui hingga
kini kebanyakan berbentuk kuburan tempayan, yakni jenazah dimasukkan ke dalam
tempayan besar.
Budaya Sa Huynh banyak memiliki kesamaan
dengan peninggalan yang ditemukan di wilayah Laut Sulawesi. Hal ini diperkuat
dengan adanya kemiripan bentuk anting-anting batu bertonjolan (disebut “Lingling
O”) dan jenis anting-anting yang khas atau bandul kalung dengan kedua ujungnya
berhiaskan kepala hewan (mungkin kijang) yang ditemukan di sejumlah daerah di
Muangthai, Vietnam, Palawan, dan Serawak.
Kebudayaan
Sa Huynh yang berhasil ditemukan mencakup berbagai perkakas yang bertangkai
corong, seperti sekop, tembilang, dan kapak. Ada pula yang tidak memiliki
corong, seperti sabit, pisau bertangkai, kumparan tenun, cincin dan gelang
berbetuk spiral
Benda-benda perunggu yang ditemukan di Sa
Huynh berupa perhiasan gelang, lonceng, dan bejana-bejana kecil. Manik-manik
emas yang langka, manik-manik kaca dari batu agate bergaris, manik-manik
Carnelian (bundar, seperti cerutu), dan kawat perak. Kebudayaan Sa Huynh
ditafsir berlangsung antara tahun 600 SM hingga awal Masehi.
4.
Kebudayaan India
Berbeda dengan pengaruh budaya Vietnam yang
kebanyakan berupa perkakas fisik, pengaruh budaya India cenderung lebih dalam
hal nonfisik, di antaranya kesusastraan. Karya sastra berbahasa Sansekerta dan
Tamil sudah lama berkembang di wilayah Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.
sekitar abad pertama sampai ke lima Masehi
telah ada pusat-pusat perdagangan di kawasan Nusantara yang dilewati rute-rute
perlayaran dagang. Pemukiman dagang ini awalnya hanya sebagai tempat persinggahan
dan peristirahatan para pelaut dan pedagang sebelum melanjutkan perjalanan.
Para pedagang tersebut mengajak pedagang dari
Indonesia untuk ikut serta dalam pelayaran dan perdagangan mereka. Akhirnya,
kepulauan Nusantara menjadi salah satu pusat kegiatan perniagaan yang dilakukan
pedagang asing seperti Cina, India, Indocina, Arab, Persia, bahkan dari Romawi.
Perkembangan perdagangan di Indonesia yang
semakin ramai menyebabkan semakin banyaknya pedagang dari India, terutama orang
Gujarat dan Tamil, yang berhubungan dengan pedagang Indonesia. Pengaruh India
lambat laun dirasakan oleh masyarakat pribumi, terutama dalam bidang
pemerintahan (politik), agama, serta budaya. Dari kaum pedagang dan selanjutnya
kaum agamawan, lahirlah kerajaan-kerajaan tradisional yang bercorak Hindu dan
Buddha di Indonesia.
No comments:
Post a Comment