Saturday, September 14, 2019

Peradaban


1. Pengertian peradaban
Kata peradaban berasal dari bahasa Latin, yaitu 'civitas' yang artinya 'kota'. Dalam bahasa asing yang lain, peradaban sering diistilahkan dengan civilization (Inggris), beschaving (Belanda). Tingkatan kebudayaan yang telah mencapai nilai yang tinggi atau luhur disebut dengan peradaban.

Dengan kata lain, peradaban adalah puncak dari hasil kebudayaan yang bernilai tinggi, maju, indah, sopan, mulia, halus, tertib, dan sebagainya. Jadi nilai-nilai peradaban mengandung nilai-nilai keluhuran budi dari segala hasil cipta, rasa, dan karsa suatu kelompok manusia untuk masyarakat.

2. Proses awal pembentukan peradaban
Dalam sejarah peradaban awal bangsa-bangsa di dunia, peradaban terbentuk umumnya karena dilatarbelakangi oleh faktor-faktor yang hampir sama. Faktor pertama adalah letak geografis yang berada pada posisi yang strategis serta dekat dengan sumber air, yakni sungai. Hampir semua awal peradaban dunia terletak di lembah-lembah sungai.

Lokasi yang dekat dengan air sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu masyarakat di peradaban kuno. Sungai digunakan untuk kebutuhan pengairan bagi usaha pertanian serta peternakan. Sungai juga berfungsi sebagai alat transportasi yang dapat menghubungkan daerah-daerah lain sehingga terbentuklah jalur perdagangan suatu daerah.

Faktor kedua adalah ketersediaan lahan tanah yang subur bagi pertanian. Dengan tanah yang subur itu, maka akan memberikan pasokan makanan yang cukup bagi seluruh penduduk. Terlebih lagi, pusat-pusat peradaban kuno umumnya merupakan Kota-kota besar yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan padat.

3. Ciri-ciri peradaban awal
Setiap peradaban memiliki karakter yang khas dan unik. Adapun ciri-ciri yang umumnya terdapat di suatu peradaban dapat dilihat sebagai berikut :
a.  Pembangunan kota-kota dengan tata ruang yang baik, indah, dan modern. Kota tersebut memiliki beragam fasilitas yang tidak ditemukan di tempat-tempat lain.
b.  Sistem pemerintahan yang tertib karena terdapat hukum dan aturan-aturan.
c.   Masyarakatnya terbagi dalam jenis pekerjaan, keahlian, dan strata sosial yang jauh lebih kompleks.
d.  Berkembangnya beragam ilmu pengetahuan dan teknologi baru yang lebih maju, seperti bidang astronomi, kesehatan, bentuk tulisan, arsitektur, kesenian, keagamaan, ilmu ukur, dan sebagainya.

HUBUNGAN KEBUDAYAAN PURBAKALA DI VIETNAM DAN INDIA DENGAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT PURBAKALA INDONESIA
Cikal-bakal masyarakat Indonesia adalah daerah Campa di Tonkin, Vietnam serta Kamboja. Dari tempat-tempat inilah nenek-moyang Indonesia mengenal kebudayaan meski masih primitif. Oleh karena itu, kebudayaan masyarakat di sekitar Indocina, terutama Vietnam, Kamboja, Laos, (Indochina) dan Myanmar (Burma), dan tentunya India, sangat berkaitan dengan kebudayaan manusia purba di Indonesia.

Benda-benda perunggu yang tersebar ke pelbagai wilayah Indonesia melalui jalur darat dan jalur laut. Jalur darat adalah melalui Muangthai (Thailand) dan Malaysia, kemudian terus ke Kepulauan Indonesia. Jalur laut adalah dengan menyeberangi lautan Cina Selatan, Filipina, kemudian menuju pulau-pulau di Indonesia.

Kebudayaan-kebudayaan yang cukup memengaruhi kebudayaan nenek moyang bangsa Indonesia adalah kebudayan dari Bacson-Hoabinh, Dong Son, Sa Huynh, dan India.
1. Kebudayaan Bacson-Hoabinh
Tempat temuan kebudayaan Bacson-Hoabinh ini hampir ditemukan di wilayah Asia Tenggara hingga Myanmar. Kebudayaan ini berlangsung dari 18.000 hingga 3.000 tahun yang lalu. Ciri khas alat batu hasil budaya Bacson-Hoabinh ini adalah penyerpihan pada satu atau kedua sisi permukaan batu kali yang dapat dikepal oleh tangan. Sering kali seluruh tepian batu tersebut tajam dan hasil penyerpihan inii menunjukkan bermacam-macam bentuk, misalnya lonjong, segi empat, atau segi tiga.

C.F. Gorman, menyatakan bahwa alat-alat batu paling banyak ditemukan di pegunungan batu kapur di Vietnam utara, yaitu di daerah Bacson pegunungan Hoabinh. Selain alat-alat dari batu, di Bacson ditemukan pula alat-alat serpih, batu giling dari berbagai ukuran, alat-alat dari tulang, dan sisa-sisa tulang belulang manusia purba.

Di Indonesia, alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh bisa dilihat di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi (Semenanjung Minahasa), Maluku Utara, Flores, hingga Papua. Di Sumatera, alat-alat batu Bacson-Hoabinh ada di Lhokseumawe dan Medan. di Jawa, alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh banyak ditemukan di Lembah Sungai Bengawan Solo. Di Sulawesi Selatan ditemukan di daerah Cabbenge dan pedalaman Maros.

2. Kebudayaan Dong Son
Tradisi perunggu telah dimulai di Vietnam bagian utara sekitar tahun 2.500 SM, jadi 4.000 tahun yang lalu. Kebudayaan perunggu ini berkaitan erat dengan kebudayaan Dong Son dan Go Mun. Benda-benda perunggu yang ada sebelum 500 SM terdiri atas kapak corong, ujung tombak, sabit bercorong, ujung tombak bertangkai, mata panah, pisau, kail pancing, dan gelang.

Benda-benda kebudayaan Dong Son merupakan benda logam yang paling banyak ditemukan di wilayah Indonesia. Jadi, bukan pengaruh budaya logam dari India maupun Cina, melainkan dari wilayah Dong Son di Vietnam Utara.

Contoh benda budaya Dong Son yang ditemukan di Indonesia adalah nekara tipe Heger I yang memiliki kesamaan dengan nekara yang tertua dan terbaik di Vietnam. Persebaran nekara tipe Heger I mencakup daerah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, serta Maluku Selatan. Selain nekara, banyak ditemukan pula benda-benda perunggu lainnya, seperti patung, perkakas rumah tangga dan bercocok tanam, serta perhiasan.

Tidak kurang dari 56 nekara yang ditemukan di sejumlah tempat di Indonesia. Nekara banyak ditemui di Sumatera, Jawa, dan Maluku Selatan. Para ahli berpendapat, nekara-nekara tersebut tidak dibuat di tempat penemuannya, melainkan dibawa dari Cina, tempat asli dibuatnya benda-benda tersebut.

Ini dilihat pula dari sudut gaya dan kandungan timahnya yang cukup tinggi, sedangkan budaya Dong Son cenderung memakai perunggu. Nekara di Bali memiliki motif hias yang kurang terpadu; ini dapat dilihat dari gambar prajurit dan motif perahu yang banyak ditemukan pada nekara-nekara tertua di Vietnam.

3. Kebudayaan Sa Huynh
Budaya Sa Huynh didukung oleh kelompok sosial yang berbahasa Cham (Austronesia) yang diperkirakan berasal dari Indonesia. Wilayah Sa Huynh berada di selatan Vietnam. Kebudayaan Sa Huynh yang diketahui hingga kini kebanyakan berbentuk kuburan tempayan, yakni jenazah dimasukkan ke dalam tempayan besar.

Budaya Sa Huynh banyak memiliki kesamaan dengan peninggalan yang ditemukan di wilayah Laut Sulawesi. Hal ini diperkuat dengan adanya kemiripan bentuk anting-anting batu bertonjolan (disebut “Lingling O”) dan jenis anting-anting yang khas atau bandul kalung dengan kedua ujungnya berhiaskan kepala hewan (mungkin kijang) yang ditemukan di sejumlah daerah di Muangthai, Vietnam, Palawan, dan Serawak.

 Kebudayaan Sa Huynh yang berhasil ditemukan mencakup berbagai perkakas yang bertangkai corong, seperti sekop, tembilang, dan kapak. Ada pula yang tidak memiliki corong, seperti sabit, pisau bertangkai, kumparan tenun, cincin dan gelang berbetuk spiral

Benda-benda perunggu yang ditemukan di Sa Huynh berupa perhiasan gelang, lonceng, dan bejana-bejana kecil. Manik-manik emas yang langka, manik-manik kaca dari batu agate bergaris, manik-manik Carnelian (bundar, seperti cerutu), dan kawat perak. Kebudayaan Sa Huynh ditafsir berlangsung antara tahun 600 SM hingga awal Masehi.

4. Kebudayaan India
Berbeda dengan pengaruh budaya Vietnam yang kebanyakan berupa perkakas fisik, pengaruh budaya India cenderung lebih dalam hal nonfisik, di antaranya kesusastraan. Karya sastra berbahasa Sansekerta dan Tamil sudah lama berkembang di wilayah Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.

sekitar abad pertama sampai ke lima Masehi telah ada pusat-pusat perdagangan di kawasan Nusantara yang dilewati rute-rute perlayaran dagang. Pemukiman dagang ini awalnya hanya sebagai tempat persinggahan dan peristirahatan para pelaut dan pedagang sebelum melanjutkan perjalanan.

Para pedagang tersebut mengajak pedagang dari Indonesia untuk ikut serta dalam pelayaran dan perdagangan mereka. Akhirnya, kepulauan Nusantara menjadi salah satu pusat kegiatan perniagaan yang dilakukan pedagang asing seperti Cina, India, Indocina, Arab, Persia, bahkan dari Romawi.

Perkembangan perdagangan di Indonesia yang semakin ramai menyebabkan semakin banyaknya pedagang dari India, terutama orang Gujarat dan Tamil, yang berhubungan dengan pedagang Indonesia. Pengaruh India lambat laun dirasakan oleh masyarakat pribumi, terutama dalam bidang pemerintahan (politik), agama, serta budaya. Dari kaum pedagang dan selanjutnya kaum agamawan, lahirlah kerajaan-kerajaan tradisional yang bercorak Hindu dan Buddha di Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Sapta Tirta : Berbagai Kekuatan Kegunaan & Keunikan

  Sejarah Perjuangan Leluhur Bangsa Obyèk wisata spiritual Sapta Tirta (7 macam air sendang) terdapat di desa Pablengan Kecamatan Matésih ...