Kearifan
lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi
kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam
menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka.
Dalam
bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local knowledge”atau kecerdasan setempat “local genious”. Sistem
pemenuhan kebutuhan mereka pasti meliputi seluruh unsur kehidupan ; agama, ilmu
pengetahuan, ekonomi, tehnologi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi,
serta kesenian.
Kearifan lokal merupakan
sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu, dan mencerminkan
cara hidup suatu masyarakat tertentu. Oleh karena itu, penyebarluasan praktik-praktik
kearifan lokal tertentu seringkali menjadi sebuah tantangan.
Prinsip-prinsip kearifan
lokal dapat diterapkan di tempat-tempat lain, tentu dengan penyesuaian dengan
budaya lokal setempat. Penerapan kearifan lokal merupakan sebuah proses dan
membutuhkan keterlibatan para pemangku kepentingan yang lebih luas serta
dukungan kebijakan. Bagian itu akan menjadi fokus kita di masa yang akan
datang.
Kesadaran akan pentingnya
kearifan lokal perlu dibangun karena merupakan suatu alat yang efektif untuk
mengurangi risiko bencana alam. Dengan meningkatkan pemahaman akan kearifan
lokal dan menyajikan contoh-contoh nyata bagaimana memanfaatkannya, diharapkan Kesadaran
akan pentingnya kearifan lokal dapat memberi inspirasi bagi para praktisi dan
pengambil kebijakan untuk mempertimbangkan pengetahuan yang dimiliki oleh
masyarakat-masyarakat lokal dan memadukan kekayaan pengetahuan ini ke dalam
kerja-kerja kebencanaan di masa yang akan datang.
Kearifan tradisional
adalah pengetahuan secara turun-temurun yang dimiliki oleh suatu masyarakat
untuk mengelola lingkungan hidupnya, yaitu pengetahuan yang melahirkan perilaku
sebagai hasil dari adaptasi mereka terhadap lingkungan yang mempunyai implikasi
positif terhadap kelestarian lingkungan, Purnomohadi (1985).
Kearifan-kearifan lokal
pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pernbentukan jatidiri
bangsa secara nasional. Kearifan-kearifan
lokal itulah yang membuat suatu budaya bangsa memiliki akar.
Budaya etnik lokal seringkali berfungsi sebagai sumber atau acuan bagi
penciptaan-penciptaan baru, misalnya dalam bahasa, seni, tata masyarakat,
teknologi, dan sebagainya, yang kemudian ditampilkan dalam perikehidupan lintas
budaya.
Hal tersebut akan menjadi
lebih jelas tatkala kita menyadari bahwa budaya posf-kolonial, seperti kita
arungi dalam waktu yang cukup lama sebagai bangsa terjajah di masa lalu, pada
dasarnya merupakan persilangan dialektik antara ontologi/epestirnologi yang
"lain" dan dorongan untuk mencipta dan mencipta ulang identitas lokal
yang independen, yang digali dari sumur-sumur kearifan lokal pula.
Masyarakat sangat
menjunjung tinggi kearifan tersebut, sehingga tidak sedikit sumber daya alam yang dapat dipertahankan. Kearifan lokal yang terkandung dalam
sistem seluruh budaya daerah atau etnis yang sudah lama hidup dan berkembang
adalah menjadi unsur budaya bangsa yang harus dipelihara dan diupayakan untuk
diintegrasikan menjadi budaya baru bangsa sendiri secara keseluruhan.
Pengembangan
kearifan-kearifan lokal yang relevan dan kontekstual memiliki arti penting bagi
berkembangnya suatu bangsa, terutama jika dilihat dari sudut ketahanan budaya,
di samping juga mempunyai arti penting bagi identitas daerah itu sendiri.
Koreografi, musik, dan
sastra yang menempatkan nilai-nilai lokalnya sebagai sumber inspirasi kreatif,
bagi daerah yang bersangkutan akan mendorong rasa kebanggaan akan budayanya dan
sekaligus bangga terhadap daerahnya karena telah berperan serta dalam
menyumbang pembangunan budaya bangsa.
Karya-karya seni budaya,
yang digali dan sumber-sumber lokal, jika ditampilkan dalam 'wajah atau wacana
keindonesiaan' niscaya memiliki sumbangan yang sangat besar bagi terciptanya
identitas baru keseluruhan bagi bangsa secara keseluruhan.
Cermin Kearifan Lokal
Di tengah gelombang kekerasan,
keserakahan dan krisis identitas budaya lokal yang telah melumat habis ikatan
kemanusiaan dan kebersamaan di banyak tempat di tanah air, ternyata masih ada
kekuatan yang terus dipelihara untuk memperkuat teladan dan kearifan budaya di
kalangan masyarakat adat Musirawas Sumatera Selatan.
Kearifan menyelesaikan konflik,
pertikaian melalui pendekatan kemanusiaan dan persaudaraan yang sangat luhur.
Kearifan budaya itu berupa tradisi mempergunakan media tepung tawar dalam
meresolusi konflik.
Di desa Terawas, bila ada konflik,
kekerasan yang saling melukai, maka dengan
menggunakan tradisi tepung tawar, antara orang yang bertikai dapat saling
berdamai dan akur kembali. Saat konflik antara pemuda desa Terawas dengan
pemuda tetangga desa sebelahnya. Kedua pemuda sudah saling melukai walau belum
ada yang terbunuh.
Konflik itu sudah berkembang ke arah
konflik antar komunitas adat. Namun tokoh adat setempat segera berinisiatif
menemui keluarga yang bertikai untuk mencari kebenaran penyebab pertikaian.
Setelah diketemukan, tokoh adat dari
pihak yang bersalah itu mendatangi keluarga pihak yang bertikai lainnya sambil
membawa “Punjung Mentah” yakni sebagai alat atau sarana yang harus dibawah
kepada keluarga korban atau yang tidak bersalah dalam konflik itu, di dalamnya
berisi kopi, gula dan beras 2 kilo. 1 ekor ayam dan sebungkus rokok.
Punjung mentah itu sebagai bentuk
ungkapan penyesalan dan permohonan maaf kepada keluarga korban. Kalau sudah
punjung mentah ini dibawa, biasanya keluarga korban merasa puas dan dihormati
dan langsung menerima ungkapan maaf itu dengan lapang dada tanpa ada perasaan
dendam.
Usai pemberian punjung mentah,
kemudian dilanjutkan dengan tradisi tepung tawar, pemuda atau orang yang saling
bertikai itu saling mengoleskan tepung tawar di badannya. Sesudah itu, maka
kedua pemuda yang bertikai tadi sudah dianggap menjadi saudara sendiri.
Usai melakukan tradisi punjung mentah
dan tepung tawar, konflik yang sudah makin memanas menjadi reda, kalau semua konflik harus diselesaikan
secara hukum, nyatanya makin repot dan konfliknya makin tak terurus, selain
karena aparat negara lambat, masyarakat juga kurang puas, hasilnya jauh lebih
ampuh dengan pendekatan adat atau budaya lokal.
Media tepung tawar ini tidak hanya berlaku bagi komunitas
yang seidentitas budaya saja, tapi juga dapat dilakukan oleh orang luar yang
kebetulan sedang berselisih paham atau berkonflik dengan orang adat Musirawas.
Seperti dalam penuturan Jazuli, peneliti lokal IRE yang
berasal dari trah orang Jawa, sepeda motor yang dikendarainya tanpa sengaja
pernah menabrak seseorang, untuk meredam konflik dan kekerasan ia melakukan
tradisi tepung tawar, orang dusun (sebutan bagi orang adat asli Musirawas) yang
ditabrak tadi kemudian tidak lagi marah-marah dan mau berdamai serta menganggapnya
saudara. “itulah hebatnya budaya”, aku Jazuli. Memang seolah sulit
dinalar karena praktek demikian sangat menyentuh emosi, rasa, nurani dan
kehormatan diri.
Ketika budaya diangkat, diakomodasi, dan dijunjung tinggi
maka sang pelaku budaya itu pun merasa harga diri dan ideologinya dihormati.
Sebaliknya bila tradisi itu ditanggalkan, dilecehkan maka perlawanan pun dapat
muncul dengan spontan dan dapat mengobarkan nafsu perang komunitas yang
dahsyat.
Akan banyak kita temukan berbagai bentuk kearifan lokal
masyarakat adat di tanah air ini. Tradisi humans di atas hanyalah
seklumit contoh betapa masyarakat kita memiliki akar budaya dalam membangun
integrasi sosial melalui penghayatan dan pemahaman yang tinggi akan nilai-nilai
kebersamaan dan kemanusiaan.
Nilai-nilai itu sangat inklusif karena mengajarkan dan
memberi tauladan yang beradab bagaimana cara mengatasi konflik, emosi, dan
nafsu kepentingan dengan jalan mengubur kekerasan dan api dendam.
Kearifan
lokal juga berfungsi untuk membangun kerinduan pada kehidupan nenek moyang,
yang menjadi tonggak kehidupan masa sekarang. Dengan cara demikian, situasi
sadar budaya dapat ditumbuhkan dan kesadaran masyarakat terhadap sejarah
pembentukan bangsa dapat ditumbuhkan.
Anggapan bahwa yang relevan dengan
kehidupan hanyalah masa kini dan disini,juga dapat dihindari. Kearifan lokal
dapat dijadikan jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa sekarang,
generasi nenek moyang dan generasi sekarang, demi menyiapkan masa depan dan
generasi mendatang. Pada gilirannya, kearifan lokal pun dapat dijadikan semacam
simpai perekat dan pemersatu antar generasi.
No comments:
Post a Comment