Monday, January 14, 2019

Kearifan Lokal

 

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka.

Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local knowledge”atau kecerdasan setempat “local genious”. Sistem pemenuhan kebutuhan mereka pasti meliputi seluruh unsur kehidupan ; agama, ilmu pengetahuan, ekonomi, tehnologi, organisasi sosial, bahasa dan komunikasi, serta kesenian.

Kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu, dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu. Oleh karena itu, penyebarluasan praktik-praktik kearifan lokal tertentu seringkali menjadi sebuah tantangan.

Prinsip-prinsip kearifan lokal dapat diterapkan di tempat-tempat lain, tentu dengan penyesuaian dengan budaya lokal setempat. Penerapan kearifan lokal merupakan sebuah proses dan membutuhkan keterlibatan para pemangku kepentingan yang lebih luas serta dukungan kebijakan. Bagian itu akan menjadi fokus kita di masa yang akan datang.

Kesadaran akan pentingnya kearifan lokal perlu dibangun karena merupakan suatu alat yang efektif untuk mengurangi risiko bencana alam. Dengan meningkatkan pemahaman akan kearifan lokal dan menyajikan contoh-contoh nyata bagaimana memanfaatkannya, diharapkan Kesadaran akan pentingnya kearifan lokal dapat memberi inspirasi bagi para praktisi dan pengambil kebijakan untuk mempertimbangkan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat-masyarakat lokal dan memadukan kekayaan pengetahuan ini ke dalam kerja-kerja kebencanaan di masa yang akan datang.

Kearifan tradisional adalah pengetahuan secara turun-temurun yang dimiliki oleh suatu masyarakat untuk mengelola lingkungan hidupnya, yaitu pengetahuan yang melahirkan perilaku sebagai hasil dari adaptasi mereka terhadap lingkungan yang mempunyai implikasi positif terhadap kelestarian lingkungan, Purnomohadi (1985).

Kearifan-kearifan lokal pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pernbentukan jatidiri bangsa secara nasional. Kearifan-kearifan lokal itulah yang membuat suatu budaya bangsa memiliki akar. Budaya etnik lokal seringkali berfungsi sebagai sumber atau acuan bagi penciptaan-penciptaan baru, misalnya dalam bahasa, seni, tata masyarakat, teknologi, dan sebagainya, yang kemudian ditampilkan dalam perikehidupan lintas budaya.

Hal tersebut akan menjadi lebih jelas tatkala kita menyadari bahwa budaya posf-kolonial, seperti kita arungi dalam waktu yang cukup lama sebagai bangsa terjajah di masa lalu, pada dasarnya merupakan persilangan dialektik antara ontologi/epestirnologi yang "lain" dan dorongan untuk mencipta dan mencipta ulang identitas lokal yang independen, yang digali dari sumur-sumur kearifan lokal pula.

Masyarakat sangat menjunjung tinggi kearifan tersebut, sehingga tidak sedikit sumber daya alam yang dapat dipertahankan. Kearifan lokal yang terkandung dalam sistem seluruh budaya daerah atau etnis yang sudah lama hidup dan berkembang adalah menjadi unsur budaya bangsa yang harus dipelihara dan diupayakan untuk diintegrasikan menjadi budaya baru bangsa sendiri secara keseluruhan.

Pengembangan kearifan-kearifan lokal yang relevan dan kontekstual memiliki arti penting bagi berkembangnya suatu bangsa, terutama jika dilihat dari sudut ketahanan budaya, di samping juga mempunyai arti penting bagi identitas daerah itu sendiri.

Koreografi, musik, dan sastra yang menempatkan nilai-nilai lokalnya sebagai sumber inspirasi kreatif, bagi daerah yang bersangkutan akan mendorong rasa kebanggaan akan budayanya dan sekaligus bangga terhadap daerahnya karena telah berperan serta dalam menyumbang pembangunan budaya bangsa.

Karya-karya seni budaya, yang digali dan sumber-sumber lokal, jika ditampilkan dalam 'wajah atau wacana keindonesiaan' niscaya memiliki sumbangan yang sangat besar bagi terciptanya identitas baru keseluruhan bagi bangsa secara keseluruhan.


Cermin Kearifan Lokal
Di tengah gelombang kekerasan, keserakahan dan krisis identitas budaya lokal yang telah melumat habis ikatan kemanusiaan dan kebersamaan di banyak tempat di tanah air, ternyata masih ada kekuatan yang terus dipelihara untuk memperkuat teladan dan kearifan budaya di kalangan masyarakat adat Musirawas Sumatera Selatan.

Kearifan menyelesaikan konflik, pertikaian melalui pendekatan kemanusiaan dan persaudaraan yang sangat luhur. Kearifan budaya itu berupa tradisi mempergunakan media tepung tawar dalam meresolusi konflik.

Di desa Terawas, bila ada konflik, kekerasan yang saling melukai, maka  dengan menggunakan tradisi tepung tawar, antara orang yang bertikai dapat saling berdamai dan akur kembali. Saat konflik antara pemuda desa Terawas dengan pemuda tetangga desa sebelahnya. Kedua pemuda sudah saling melukai walau belum ada yang terbunuh.

Konflik itu sudah berkembang ke arah konflik antar komunitas adat. Namun tokoh adat setempat segera berinisiatif menemui keluarga yang bertikai untuk mencari kebenaran penyebab pertikaian.

Setelah diketemukan, tokoh adat dari pihak yang bersalah itu mendatangi keluarga pihak yang bertikai lainnya sambil membawa “Punjung Mentah” yakni sebagai alat atau sarana yang harus dibawah kepada keluarga korban atau yang tidak bersalah dalam konflik itu, di dalamnya berisi kopi, gula dan beras 2 kilo. 1 ekor ayam dan sebungkus rokok.

Punjung mentah itu sebagai bentuk ungkapan penyesalan dan permohonan maaf kepada keluarga korban. Kalau sudah punjung mentah ini dibawa, biasanya keluarga korban merasa puas dan dihormati dan langsung menerima ungkapan maaf itu dengan lapang dada tanpa ada perasaan dendam.

Usai pemberian punjung mentah, kemudian dilanjutkan dengan tradisi tepung tawar, pemuda atau orang yang saling bertikai itu saling mengoleskan tepung tawar di badannya. Sesudah itu, maka kedua pemuda yang bertikai tadi sudah dianggap menjadi saudara sendiri.

Usai melakukan tradisi punjung mentah dan tepung tawar, konflik yang sudah makin memanas menjadi reda, kalau semua konflik harus diselesaikan secara hukum, nyatanya makin repot dan konfliknya makin tak terurus, selain karena aparat negara lambat, masyarakat juga kurang puas, hasilnya jauh lebih ampuh dengan pendekatan adat atau budaya lokal.

Media tepung tawar ini tidak hanya berlaku bagi komunitas yang seidentitas budaya saja, tapi juga dapat dilakukan oleh orang luar yang kebetulan sedang berselisih paham atau berkonflik dengan orang adat Musirawas.

Seperti dalam penuturan Jazuli, peneliti lokal IRE yang berasal dari trah orang Jawa, sepeda motor yang dikendarainya tanpa sengaja pernah menabrak seseorang, untuk meredam konflik dan kekerasan ia melakukan tradisi tepung tawar, orang dusun (sebutan bagi orang adat asli Musirawas) yang ditabrak tadi  kemudian tidak lagi marah-marah dan mau berdamai serta menganggapnya saudara. “itulah hebatnya budaya”, aku Jazuli. Memang seolah sulit dinalar karena praktek demikian sangat menyentuh emosi, rasa, nurani dan kehormatan diri.

Ketika budaya diangkat, diakomodasi, dan dijunjung tinggi maka sang pelaku budaya itu pun merasa harga diri dan ideologinya dihormati. Sebaliknya bila tradisi itu ditanggalkan, dilecehkan maka perlawanan pun dapat muncul dengan spontan dan dapat mengobarkan nafsu perang komunitas yang dahsyat.

Akan banyak kita temukan berbagai bentuk kearifan lokal masyarakat adat di tanah air ini. Tradisi humans di atas hanyalah seklumit contoh betapa masyarakat kita memiliki akar budaya dalam membangun integrasi sosial melalui penghayatan dan pemahaman yang tinggi akan nilai-nilai kebersamaan dan kemanusiaan.

Nilai-nilai itu sangat inklusif karena mengajarkan dan memberi tauladan yang beradab bagaimana cara mengatasi konflik, emosi, dan nafsu kepentingan dengan jalan mengubur kekerasan dan api dendam.

            Kearifan lokal juga berfungsi untuk membangun kerinduan pada kehidupan nenek moyang, yang menjadi tonggak kehidupan masa sekarang. Dengan cara demikian, situasi sadar budaya dapat ditumbuhkan dan kesadaran masyarakat terhadap sejarah pembentukan bangsa dapat ditumbuhkan.

Anggapan bahwa yang relevan dengan kehidupan hanyalah masa kini dan disini,juga dapat dihindari. Kearifan lokal dapat dijadikan jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa sekarang, generasi nenek moyang dan generasi sekarang, demi menyiapkan masa depan dan generasi mendatang. Pada gilirannya, kearifan lokal pun dapat dijadikan semacam simpai perekat dan pemersatu antar generasi.

No comments:

Post a Comment

Sapta Tirta : Berbagai Kekuatan Kegunaan & Keunikan

  Sejarah Perjuangan Leluhur Bangsa Obyèk wisata spiritual Sapta Tirta (7 macam air sendang) terdapat di desa Pablengan Kecamatan Matésih ...