Budi
Utomo adalah sebuah organisasi pemuda yang didirikan oleh Dr. Sutomo pada tanggal
20 Mei
1908. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal gerakan yang bertujuan mencapai
kemerdekaan Indonesia
walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya hanya ditujukan bagi golongan
berpendidikan Jawa. Saat
ini tanggal berdirinya Budi Utomo, 20 Mei, diperingati sebagai Hari Kebangkitan
Nasional.
Latar Belakang
Budi
Utomo lahir dari inspirasi yang dikemukakan oleh Wahidin Soedirohoesodo disaat beliau sedang
berkeliling ke setiap sekolah untuk menyebarkan beasiswa, salah satunya STOVIA (School tot Opleiding van
Inlandsche Artsen).
Sejak
saat itu, mahasiswa STOVIA
mulai terbuka pikirannya dan mereka mulai mengadakan pertemuan-pertemuan dan
diskusi yang sering dilakukan di perpustakaan STOVIA oleh beberapa
mahasiswa, antara lain Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembrek, Saleh, dan
Soeleman.
Mereka
memikirkan nasib bangsa yang sangat buruk dan selalu dianggap bodoh dan tidak
bermartabat oleh bangsa lain (Belanda), serta bagaimana cara memperbaiki
keadaan yang amat buruk dan tidak adil itu.
Para
pejabat pangreh praja (sekarang pamong praja) kebanyakan hanya memikirkan
kepentingan sendiri dan jabatan. Dalam praktik mereka pun tampak menindas
rakyat dan bangsa sendiri, misalnya dengan menarik pajak sebanyak-banyaknya
untuk menyenangkan hati atasan dan para penguasa Belanda.
Para
pemuda mahasiswa itu juga menyadari bahwa mereka membutuhkan sebuah organisasi
untuk mewadahi mereka, seperti halnya golongan-golongan lain yang mendirikan
perkumpulan hanya untuk golongan mereka seperti Tiong Hoa Hwee Koan untuk orang
Tionghoa dan Indische Bond untuk orang
Indo-Belanda.
Pemerintah
Hindia Belanda jelas juga tidak bisa diharapkan mau menolong dan memperbaiki
nasib rakyat kecil kaum pribumi, bahkan sebaliknya, merekalah yang selama ini
menyengsarakan kaum pribumi dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang sangat
merugikan rakyat kecil. Para pemuda akhirnya berkesimpulan bahwa merekalah yang
harus mengambil prakarsa menolong rakyatnya sendiri.
Pada
waktu itulah muncul gagasan Soetomo untuk mendirikan sebuah perkumpulan yang
akan mempersatukan semua orang Jawa, Sunda, dan Madura yang diharapkan bisa dan
bersedia memikirkan serta memperbaiki nasib bangsanya. Perkumpulan ini tidak
bersifat eksklusif tetapi terbuka untuk siapa saja tanpa melihat kedudukan,
kekayaan, atau pendidikannya.
Pada
awalnya, para pemuda itu berjuang untuk penduduk yang tinggal di Pulau Jawa dan
Madura, yang
untuk mudahnya disebut saja suku bangsa Jawa. Mereka mengakui
bahwa mereka belum mengetahui nasib, aspirasi, dan keinginan suku-suku bangsa
lain di luar Pulau Jawa, terutama Sumatera, Sulawesi, dan Maluku.
Apa
yang diketahui adalah bahwa Belanda menguasai suatu wilayah yang disebut Hindia
(Timur) Belanda (Nederlandsch Oost-Indie), tetapi sejarah penjajahan dan nasib
suku-suku bangsa yang ada di wilayah itu bermacam-macam, begitu pula
kebudayaannya.
Dengan
demikian, sekali lagi pada awalnya Budi Utomo memang memusatkan perhatiannya
pada penduduk yang mendiami Pulau Jawa dan Madura saja karena, menurut anggapan
para pemuda itu, penduduk Pulau Jawa dan Madura terikat oleh kebudayaan yang
sama.
Para
pemuda juga menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih
banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka berpendapat
bahwa "kaum tua"-lah yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para
pemuda sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.
Sepuluh
tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin
organisasi. Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan "priayi"
atau para bangsawan dari kalangan keraton, seperti Raden Adipati Tirtokoesoemo, bekas Bupati Karanganyar
(presiden pertama Budi Utomo), dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman.
Perkembangan
Budi
Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes
Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia,
dengan terus terang mewujudkan kata "politik" ke dalam tindakan yang
nyata. Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai "tanah air
Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman
orang Jawa.
Maka
muncullah Indische Partij yang sudah lama
dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat
politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya
"tanah air" (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.
Pada
masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai
suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama
Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa
lama, nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto,
menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia
yang hidupnya tertindas oleh penjajahan.
Sudah
pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang
bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak
ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat
Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum
berpengalaman.
Karena
gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna nasionalisme
makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna
tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun
kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan
kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi,
misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
Kemarahan
itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis
sebuah artikel "Als ik Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang
Belanda), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap
pihak Belanda.
Tulisan
itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu
Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara
oleh Pemerintah Hindia Belanda. Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam
pergerakan orang-orang pribumi.
Agak
berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo
yang lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa
Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi,
orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme
Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik.
Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa,
Sulawesi maupun Maluku.
Pendapat
tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo
hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa
dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak
mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar
seseorang bisa menjadi anggota.
Namun,
Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa dalam
perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme "Indonesia"
ada dan merupakan unsur yang paling penting.
Politik
etis awal abad ke-20 membawa dampak munculnya “priyayi jawa baru” atau priyayi
rendahan, mereka memiliki pandangan bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan.
Dilatar belakangi situasi ekonomi yang buruk di pulau Jawa karena eksploitasi
penjajah Belanda, menyebabkan banyak anak priyayi rendahan yang pandai tapi
tidak dapat meneruskan sekolah karena tidak ada biaya.
Tujuan
Budi Utomo adalah melakukan pengajaran bagi orang Jawa dan berusaha untuk
membangkitkan kembali budaya Jawa, Jadi pendidikan barat dipadukan dengan
tradisi dan budaya Jawa. Tentu saja berdirinya Budi Utomo ini menimbulkan
banyak reaksi baik dari orang Belanda maupun kaum priyayi Jawa.
Sang
priyayi baru, Dr Wahidin Sudirohusodo berusaha mencari dana untuk memberi
bantuan kepada anak-anak yang tidak dapat sekolah. Propagandanya disambut
antara lain oleh salah seorang mahasiswa kedokteran sekolah Dokter Jawa, School
Taf Opleiding Van Indische Arsten (Stovia) yaitu Sutomo.
Ada
yang berpendapat bahwa kelahiran Budi Utomo merupakan renaissance atau
kebangkitan budayan Jawa. Kaum priyayi menolak kehadiran Budi Utomo, Mengapa
demikian? Karena kelahiran dan cita-cita Budi Utomo dianggap mengganggu
kestrabilan kedudukan sosial mereka.
Mereka
merasa terancam posisinya oleh gerakan anak muda tersebut. Untuk mencegah
cita-cita Budi Utomo tersebut mereka mendirikan regent Bond Setia Mulya di
Semarang, tapi ada pula kaum priyayi yang progresif seperti bupati Karang Anyar
yang bernama Tirto Kusumo yang mendukung Budi Utomo.
Lalu
bagamana perkembangan Budi Utomo selanjutnya? Walaupun tujuan Budi Utomo masih
samar-samar yaitu kemajuan bagi Hindia, tetap menarik perhatian masyarakat,
hanya dalam waktu enam bulan jumlah anggota Budi Utomo sudah mencapai ribuan
orang dan cabang-cabangnya tersebar di kota-kota besar pulau Jawa tapi anggota Budi
Utomo terbatas hanya dari suku Jawa dan Madura.
Dalam
waktu satu tahun Budi Utomo berhasil menarik 10.000 anggaran yang berasal dari
40 cabang, seperti Yogyakarta, Madura, Bandung, Surabaya, Jakarta, dll. Dalam
perkembangan selanjutnya anggoata Budi Utomo kebanyakan terdiri dari kaum priyayi
dan pegawai negeri, apa akibatnya? Tujuan organisasi lebih diarahkan untuk
kepentingan mereka dan mengabaikan kepentingan rakyat banyak.
Ketua
Umum BU yang juga sebagai bupati lebih memperhatikan reaksi pemerintah kolonial
daripada reaksi anggota atau rakyat banyak. Dengan keanggotaan para priyayi
Jawa, maka sulit untuk memobilisasi anggotanya. Lalu bagaimana reaksi golongan
muda? Dengan perkembangan yang demikian akibat terbatasnya jaringan interaksi
atau hubungan organisasi, golongan muda merasa kecewa dan memutuskan keluar
dari Budi Utomo.
Gerakan
muda yang keluar diantaranya adalah Soetomo, Goenawan Mangunjusumo dan Cipto
Mangunkusumo. Golongan pemuda di luar kultur Jawa membentuk organisasi pemuda
diantaranya Jong Ambon Jong Celebes Jong Minahasa dan sebagainya. Di kalangan
pemuda Jawa berdiri Sedyo Tomo dan Narpo Pendowo. Sementara itu Budi Utomo
memperoleh status badan hukum dari pemerintah kolonial karena tidak memiliki
tujuan politik dan dianggap tidak berbahaya.
Sesuai
pekembangan jaman BU akhirnya juga terjun dalam kegiatan politik, hal ini
terbukti ketika terjadi Perang dunia 1 pada tahun 1915, Budi Utomo turut
memikirkan cara mempertahankan Indonesia dari serangan BU mengusulkan kepada
pemerintah untuk membentuk Indiandsche Militie (Milisi untuk Bumiputera) untuk
mempertahankan Indonesia dari serangan yang dikemukakan dalam rapat umum di
Bandung pada tanggal 5-6 Agustus di Bandung.
Menurut
BU, untuk tujuan itu harus dibentuk dewan perwakilan rakyat terlebih dahulu.
Atas usulan BU tersebut maka pada akhir Perang dunia 1 dibentuklah Volksraad.
Ketika dibentuk Volksraad (Dewan Rakyat), wakil-wakil Budi Utomo duduk di
dalamnya dalam jumlah yang cukup banyak.
Tahun-tahun
berikutnya usaha untuk memajukan organisasi ini tidak begitu berhasil karena
mulai muncul organisasi-organisasi baru sebagai saingannya yang harus
nasionalis dan lebih progres. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Budi
Utomo merupakan organisasi.
Pada
tahun 1935 Budi Utomo berfusi atau bergabung dengan Partai Indonesia Raya
(Parindra). Coba Anda tulis tiga organisasi yang progresif tersebut. Walaupun
kegiatan Budi Utomo lebih bersifat sosial kultural, tapi kelahiran Budi Utomo
merupakan pelopor pergerakan nasional Indonesia pertama, sehingga tanggal
berdirinya ditetapkan sebagai hari kebangkitan nasional Indonesia.
Secara
politik dapat dikatakan Budi Utomo kurang begitu pentingnya akan tetapi
pergerakan inilah yang menyebar lebih semangat nasionalisme untuk pertama
kalinya. Budi utomo dianggap sebagai organisasi pertama yang memakai konsep
nasionalis karena, lahirnya Budi Utomo "dianggap" menampilkan fase
pertama dari nasionalisme Indonesia. Padahal sebenarnya fase ini menunjukkan
pada etnonasionalisme dan proses penyadaran diri terhadap identitas bangsa
Jawa, bukan nasional.
Bagi
pemerintah kolonial Belanda jelas Budi Utomo yang dipandang penting. Organisasi
itu sesuai dengan Politik Etis yang dicanangkan mereka awal abad ke-20, ingin
meningkatkan pendidikan tetapi tanpa terjun ke politik praktis. Sedangkan Sarekat
Islam lebih dipandang sebagai gerakan yang berbahaya, sebab itu pengakuan
pemerintah kolonial terhadap perhimpunan ini hanya bersifat lokal.
Pandangan
serupa diteruskan oleh pemerintah Orde Baru yang memandang organisasi seperti
Budi Utomo lebih cocok dengan program stabilitas nasional. Sedangkan
perkumpulan seperti Sarekat Islam itu berpotensi menimbulkan gejolak. Itulah
sebabnya dalam buku-buku sejarah nasional kita Budi Utomo yang ditonjolkan.
Bahkan selalu ditekankan bahwa organisasi tersebut tidak bersifat kedaerahan.
Kini bingkai sejarah lama itu telah retak. Perlu dibuat yang baru.
Budi
Utomo adalah organisasi pergerakan modern yang pertama di Indonesia dengan
memiliki struktur organisasi pengurus tetap, anggota, tujuan dan juga rencana
kerja dengan aturan-aturan tertentu yang telah ditetapkan.
Budi
utomo pada saat ini lebih dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu STM yang
memiliki siswa yang suka tawuran, bikin rusuh, bandel, dan sebagainya. Biasanya
anak sekolah tersebut menyebut dengan singkatan Budut / Boedoet (Boedi Oetomo).
Pada artikel kali ini yang kita sorot adalah Budi Utomo yang organisasi jaman
dulu, bukan yang STM.
Budi
Utomo didirikan oleh mahasiswa STOVIA dengan pelopor pendiri Dr. Wahidin
Sudirohusodo dan Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang bertujuan untuk memajukan
Bangsa Indonesia, meningkatkan martabat bangsa dan membangkitkan Kesadaran
Nasional. Tanggal 20 Mei 1908 biasa diperingati sebagai Hari Kebangkitan
Nasional Indonesia.
Sebagai
suatu organisasi yang baik, Budi Utomo memberikan usulan kepada pemerintah
Hidia Belanda sebagai mana berikut ini :
1. Meninggikan
tingkat pengajaran di sekolah guru baik guru bumi putera maupun sekolah priyayi.
2. Memberi
beasiswa bagi orang-orang bumi putera.
3. Menyediakan
lebih banyak tempat pada sekolah pertanian.
4. Izin
pendirian sekolah desa untuk Budi Utomo.
5. Mengadakan
sekolah VAK / kejuruan untuk para bumi putera dan para perempuan.
6. Memelihara
tingkat pelajaran di sekolah-sekolah dokter jawa.
7. Mendirikan
TK / Taman kanak-kanak untuk bumi putera.
8. Memberikan
kesempatan bumi putra untuk mengenyam bangku pendidikan di sekolah rendah eropa
atau sekolah Tionghoa - Belanda.
Kongres
pertama budi utomo diadakan di Yogyakarta pada oktober 1908 untuk
mengkonsolidasikan diri dengan membuat keputusan sebagai berikut :
1. Tidak
mengadakan kegiatan politik.
2. Bidang
utama adalah pendidikan dan kebudayaan.
3. Terbatas
wilayah jawa dan madura.
4. Mengangkat
R.T. Tirtokusumo yang menjabat sebagai Bupati Karanganyar sebagai ketua.
Pemerintah
Hindia-Belanda mengesahkan Budi Utomo sebaga badan hukum yang sah karena
dinilai tidak membahayakan, namun tujuan organisasi Budi Utomo tidak maksimal
karena banyak hal, yakni :
1. Mengalami
kesulitan dinansial
2. Kelurga
R.T. Tirtokusumo lebih memperhatikan kepentingan pemerintah kolonial daripada
rakyat.
3. Lebih
memajukan pendidikan kaum priyayi dibanding rakyat jelata.
4. Keluarga
anggota-anggota dari golongan mahasiswa dan pelajar.
5. Bupati-bupati
lebih suka mendirikan organisasi masing-masing.
6. Bahasa
belanda lebih menjadi prioritas dibandingkan dengan Bahasa Indonesia.
7. Pengaruh
golongan priyayi yang mementingkan jabatan lebih kuat dibandingkan yang nasionalis.
No comments:
Post a Comment