Friday, July 23, 2021

Indonesia Pada Masa Penjajahan Jepang

 

Pendudukan Jepang

Sebelum era modern, Jepang menganut sistem isolasi yang menutup diri dari pengaruh bangsa-bangsa di luar. Namun, pada tahun 1854 Komodor Matthew Perry dari Amerika Serikat berhasil menyakinkan penguasa Jepang ketika itu, Shogun, untuk menyetujui perjanjian Shimoda. Akibatnya pelabuhan-pelabuhan di Jepang menjadi terbuka lagi karena adanya perdagangan internasional.

 

Perkembangan ini semakin terasa setelah pangeran Matsuhito menjadi kaisar Jepang dan bergelar Tenno Meiji. Tenno Meiji membuat kebijakan Restorasi Meiji yang memungkinkan Jepang tumbuh menjadi negara modern yang sejajar dengan bangsa-bangsa Barat.

 

Restorasi Meiji menandai era modern di Jepang. Di bawah Kaisar Meiji Jepang banyak melakukan gerakan pembaharuan baik di bidang perindustrian, bidang perdagangan, bidang militer, bidang pendidikan, bidang sosial, maupun bidang hukum.

 

Modernisasi menyebabkan Jepang berubah menjadi sebuah negara imperialis. Jepang membutuhkan daerah lain sebagai pasar dan pemasok bahan baku. Pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan ketersediaan lahan memaksa Jepang juga harus menguasai daerah lain. Selain itu, perkembangan militernya membuat Jepang merasa mampu menguasai Asia.

 

Maka, sejak tahun 1894, Jepang membangun imperium yang luas yang meliputi Taiwan, Korea, Manchuria, dan Cina bagian Utara. Jepang juga memutuskan untuk menguasai sumber minyak baru di Asia Tenggara dan Asia selatan, termasuk jajahan Hindia Belanda di Indonesia. Untuk itu Jepang harus melewati kekuatan militer terbesar saat itu, yaitu AS. Di bawah ABDACOM, AS bertanggung jawab melindungi kepentingan Hindia Belanda di Indonesia.

 

Itu berarti, Jepang harus terlebih dahulu melumpuhkan AS. Sasaran AS yang paling dekat di Asia adalah pangkalan angkatan laut AS di Pasifik, tepatnya di Pearl Harbour, Hawai. Maka secara mendadak Jepang menyerang Pearl Harbour pada 7 Desember 1941. Setelah itu, Jepang menduduki Asia. Perang yang dilancarkan Jepang di Asia Tenggara dan di Lautan Pasifik ini dikenal dengan nama Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik.

 

Penyerangan itu bagi pasukan Jepang hanyalah permulaan, karena pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari di tahun 1942, Jepang berhasil menduduki Filipina, Tarakan, Balikpapan, Pontianak, Samarinda dan penaklukan terhadap Palembang dilakukan paling akhir.

 

Untuk melawan pasukan Jepang, sebuah komando gabungan yang diberi nama ABDACOM atau American British Dutch Australian Command dibentuk oleh pasukan Sekutu di Bandung dengan Jenderal Sir Archibald Wavell sebagai pemimpinnya. Pada tanggal 5 Maret 1942, Batavia berhasil ditaklukan oleh Jepang dan Belanda secara resmi menyerah pada tanggal 8 Maret 1942. Kejadian ini menandai awal sejarah pendudukan Jepang di Indonesia.

 

Pada awalnya, kedatangan Jepang ke Indonesia disambut hangat tokoh-tokoh pergerakan. Ada perasaan optimisme bahwa kedatangan Jepang akan segera membawa kemerdekaan. Ada beberapa alasan yang mendasari perasan optimis itu, antara lain:

1.     Jepang memperkenalkan diri sebagai Saudara Tua (Hakko Ichiu) bangsa-bangsa Asia serta mengumandangkan Gerakan Tiga A yaitu Jepang Cahaya Asia, Jepang pelindung Asia, dan Jepang Pemimpin Asia.

2.     Jepang berjanji, jika menang, bangsa-bangsa di Asia akan mendapat kemerdekaan. Jepang juga berjanji menciptakan kemakmuran bersama di antara bangsa-bangsa Asia.

3.     Sejak awal kedatangannya Jepang telah membicarakan tentang kemerdekaan yang akan diberikan secara bertahap kepada bangsa-bangsa Asia.

4.     Jepang bersikap simpatik terhadap aktivitas pergerakan nasional, misalnya dengan membebaskan secara bertahap para tokoh yang ditahan dan dibuang pemerintah Hindia Belanda.

5.     Jepang menjanjikan kemudahan bagi bangsa Indonesia seperti melakukan ibadah, mengibarkan bendera merah putih berdampingan dengan bendera Jepang, menggunakan bahasa Indonesia, serta menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia  Raya” bersama lagu kebangsaan Jepang “Kimigayo”.

 

Rakyat Indonesia awalnya tidak sadar bangsanya hanya dipakai sebagai alat untuk mendukung industrialisasi Jepang serta ambisi imperialisnya, yaitu meraih kemenangan dalam Perang Pasifik.

 

Setelah menguasai Indonesia, pemerintah pendudukan Jepang kemudian membagi Indonesia menjadi tiga daerah militer yang masing-masing dikendalikan oleh Angkatan Darat (rikugun) dan Angkatan Laut (kaigun). Ketiga wilayah militer ini berada di bawah komando panglima besar tentara Jepang untuk wilayah Asia Tenggara yang berkedudukan di Saigon, Vietnam.

1.     Wilayah Sumatra di bawah pemerintahan Angkatan Darat (Bala Tentara XXV) yang berpusat di Bukittinggi.

2.     Wilayah Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Angkatan Darat (Bala Tentara XVI) yang berpusat di Jakarta.

3.     Wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku di bawah pemerintahan Angkatan laut (Armada Selatan II) yang berpusat di Makassar.

 

Dalam bidang pemerintahan, Jepang memperkenalkan sistem baru yang disebut dengan tonarigumi, yang sekarang lebih dikenal dengan istilah rukun tetangga. Pembentukan tonarigumi dimaksudkan untuk membangun gerakan pertahanan masyarakat yang dapat dilaksanakan secara gotong-royong.

 

Dalam bidang politik, dibentuk Jawa Hokokai sebagai lembaga yang bertugas mengumpulkan dana, tidak hanya dalam bentuk uang tetapi juga dalam bentuk beras ternak, logam mulia, kayu jati, dan lainnya. Jepang juga membagi 10 karesidenan yang disebut dengan syu.

 

Dalam rangka mendapatkan tenaga kerja, Jepang membentuk Romukyokai (panitia pengerah romusha/ tenaga kerja), untuk dipekerjakan pada proyek-poryek pembangunan jalan raya, pelabuhan, dan lapangan udara.

 

Dalam sistem pertahanan dibentuk lembaga-lembaga semimiliter seperti Keibodan (Barisan Pembantu Polisi, Seinendan (Barisan Pemuda), Fujinkai (Barisan Wanita), Heiho (Barisan Cadangan Prajurit), Peta (Pembela Tanah Air), Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Jawa Hokokai Jibakutai (Pasukan Berani Mati), Kempeteai (Barisan Polisi Rahasia), dan Gakukotai (Laskar Pelajar)

 

Kehidupan pada Zaman Pendudukan Jepang

1.     Bidang Sosial

Luasnya daerah pendudukan Jepang, menyebabkan Jepang memerlukan tenaga kerja yang sebanyak-banyaknya untuk membangun sarana pertahanan berupa kubu-kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan raya dan jembatan.

 

Tenaga untuk mengerjakan semua itu, diperoleh dari desa-desa di Jawa yang padat penduduknya melalui suatu sistem kerja paksa yang dikenal dengan Romusha. Romusha ini dikoordinir melalui program Kinrohosi atau kerja bakti.

 

Pada awalnya mereka melakukan dengan sukarela, lambat laun karena terdesak perang Pasifik maka pengerahan tenaga diserahkan pada panitia pengerah (Romukyokai) yang ada di setiap desa. Banyak tenaga Romusha yang tidak kembali dalam tugas karena meninggal akibat kondisi kerja yang sangat berat dan tidak diimbangi oleh gizi dan kesehatan yang mencukupi.

 

Tentara Jepang yang mengawasi kerja para Romusha tidak membiarkan satu detik pun para Romusha beristirahat. Romusha dipekerjakan tanpa diberi makan dan minum. Kondisi sosial yang memprihatinkan tersebut telah memicu semangat Nasionalisme para pejuang Peta untuk mencoba melakukan pemberontakan karena tidak tahan menyaksikan penyiksaan terhadap para Romusha.

 

Praktek eksploitasi atau pengerahan sosial lainnya adalah bentuk penipuan terhadap para gadis Indonesia untuk dijadikan wanita penghibur (Jugun Ianfu) dan disekap dalam kamp tertutup.

 

Para wanita ini awalnya diberi iming-iming pekerjaan sebagai perawat, pelayan toko, atau akan disekolahkan, ternyata dijadikan pemuas nafsu untuk melayani prajurit Jepang di kamp-kamp Solo, Semarang, Jakarta, Sumatera Barat. Kondisi tersebut mengakibatkan banyak gadis yang sakit (terkena penyakit kotor), stress bahkan adapula yang bunuh diri karena malu.

 

Adapun kebijakan pemerintah Jepang di bidang sosial yang dapat dirasakan manfaatnya seperti pembentukan Tonarigami (RT), satu RT ± 10 – 12 kepala keluarga. Pembentukan RT ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan memudahkan dalam mengorganisir kewajiban rakyat serta memudahkan pengawasan dari pemerintah desa.

 

2.     Bidang Ekonomi

Dengan semboyan “Negara Makmur, Militer Kuat”, Jepang bermaksud menjadikan Indonesia sebagai salah satu basis bagi kepentingan militer sekaligus industri-industrinya. Untuk itu, Jepang mengendalikan sepenuhnya seluruh aktivitas perekonomian. Terjadi eksploitasi segala sumber daya, seperti sandang, pangan, logam, dan minyak demi kepentingan perang. Hal itu tampak dalam hal-hal berikut :

a.      Jepang menyita seluruh aset-aset ekonomi yang penting, seperti menyita seluruh hasil perkebunan.

b.      Jepang melakukan pengawasan yang ketat dalam bidang ekonomi, pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang

c.      Jepang menerapkan kebijakan Self-Sufficiency, yaitu wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaannya harus memenuhi kebutuhannya sendiri

 

Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk itu, Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi pemerintah.

 

Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah,  dan terjadi wabah penyakit. Hal ini diperparah dengan kewajiban kerja paksa bagi banyak tenaga kerja usia produktif yang mengakibatkan produksi pangan merosot drastis. Kemiskinan pun merebak di mana-mana.

 

Untuk mengatasi situasi ini, Jepang mendirikan koperasi yang bernama kumiyai serta memperkenalkan sistem pertanian yang baru yang disebut line system, yaitu sistem pengaturan bercocok tanam secara efisien, yang bertujuan meningkatkan produksi pangan. Namun hal ini tidak membawa hasil yang baik, perekonomian rakyat Indonesia tetap buruk.

 

3.     Bidang Budaya

Jepang memperkenalkan budaya baru seperti seikeirei, sebagai simbol penghormatan terhadap kaisar. Namun budaya ini  banyak ditentang oleh masayakat Indonesia terutama kalangan ulama. Pemaksaan budaya ini juga menjadi salah satu alasan pecahnya pemberontakan oleh kalangan pesantren di Tasikmalaya (Jawa Barat).

 

Pengaruh Jepang yang lain lebih banyak dalam lagu-lagu, film, drama yang seringkali dipakai untuk propaganda. Pemerintah Jepang juga mendirikan sebuah pusat kebudayaan yang diberi nama Keimin Bunkei Shidoso. Pusat kebudayaan tersebut menjadi wadah bagi perkembangan kesenian bangsa Indonesia.

 

Pemerintah Jepang juga mengawasi hasil karya sastra bangsa pribumi, karya yang sejalan dengan propaganda Jepang dibiarkan berkembang, sedangkan karya-karya yang dianggap bertentangan dengan kepentingan Jepang dilarang beredar dan penulisnya dimasukkan ke dalam penjara.

 

4.     Bidang Militer

Situasi di medan pertempuran (Asia–Pasifik) semakin menyulitkan Jepang. Kondisi militer Jepang  semakin terdesak dalam perang Pasifik. Mulai dari pukulan Sekutu pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942) dan sekitar Laut Karang (Agustus 1942 – Februari 1943). Kondisi tersebut diperparah dengan jatuhnya Guadalacanal yang merupakan basis kekuatan Jepang di Pasifik (Agustus 1943).

 

Situasi di atas membuat Jepang melakukan konsolidasi kekuatan dengan menghimpun kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia sebagai tenaga potensial yang akan diikutsertakan dalam pertempuran menghadapi Sekutu. Jepang semakin intensif mendidik dan melatih pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer

Kemudian  dibentuk  organisasi-organisasi militer maupun semi militer berikut ini.

a.      Seinendan (Barisan Pemuda)

Seinendan merupakan organisasi semi militer yang dibentuk secara resmi tanggal  29 April 1943. Anggotanya terdiri atas pemuda usia 14-22 tahun. Mereka dilatih militer untuk mempertahankan diri maupun penyerangan. Tujuan pembentukan Seinendan yang sebenarnya adalah agar Jepang memperoleh tenaga cadangan untuk memperkuat pasukannya dalam Perang Asia Pasifik.


b.      Keibodan (Barisan Pembantu Polisi)

Keibodan merupakan organisasi semi militer yang dibentuk pada tanggal 29 April 1943. Anggotanya terdiri atas para pemuda usia 23–25 tahun. Tugas Keibodan adalah sebagai pembantu polisi dalam yang bertugas antara lain menjaga lalu lintas, pengamanan desa, sebagai mata-mata, dan lain-lain. Jadi Keibodan ini selain untuk memperkuat kewaspadaan dan disiplin masyarakat juga untuk politik pecah belah.

 

Keibodan mendapat pengawasan ketat dari tentara Jepang karena untuk menghindari pengaruh dari kaum nasionalis dalam badan ini. Di seluruh pelosok tanah air sudah dibentuk Keibodan walaupun namanya berbeda, antara lain di Sumatera disebut Bogodan sedangkan di Kalimantan disebut Borneo Konen Hokukudan.

 

c.      Fujinkai (Barisan Wanita)

Fujinkai dibentuk pada bulan Agustus 1943. Anggotanya terdiri atas wanita yang berumur 15 tahun ke atas. Tugas Fujinkai adalah ikut memperkuat pertahanan cara mengumpulkan dana wajib berupa perhiasan, hewan ternak, dan bahan makanan untuk kepentingan perang.

 

d.      Heiho (Pembantu Prajurit Jepang)

       Heiho merupakan organisasi militer resmi yang dibentuk pada bulan April 1945.

Anggotanya adalah para pemuda yang berusia 18–25 tahun. Heiho  merupakan barisan pembantu kesatuan angkatan perang dan dimasukkan sebagai bagian dari ketentaraan Jepang.

 

Heiho dijadikan sebagai tenaga kasar yang dibutuhkan dalam peperangan misalnya memindahkan senjata dan peluru dari gudang ke atas truk, serta pemeliharaan senjata lain-lain. Sampai berakhirnya masa pendudukan Jepang jumlah anggota Heiho mencapai 42.000 orang. Prajurit Heiho juga dikirim ke luar negeri untuk menghadapi pasukan Sekutu antara lain ke Malaya (Malaysia), Birma (Myanmar), dan Kepulauan Salomon.

 

e.      Syuisyintai (Barisan Pelopor)

Syuisyintai diresmikan pada tanggal 25 September 1944. Syuisyintai ini dipimpin oleh Ir. Soekarno yang dibantu oleh  Oto Iskandardinata, R.P. Suroso, dan Dr. Buntaran Martoatmojo. Barisan pelopor memiliki kekuatan satu batalyon di tiap atau kabupaten, menyiapkan pemuda-pemuda dewasa untuk gerakan perlawanan rakyat. Latihan-latihannya ditekankan pada semangat kemiliteran.

 

f.    Jawa Hokokai (Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa)

Jawa Hokokai diresmikan pada tanggal 1 Maret 1944. Jawa Hokokai merupakan organisasi resmi pemerintah dan langsung di bawah pengawasan pejabat Jepang. Pimpinan tertinggi dipegang oleh Guneseikan (Kepala/ pemerintahan militer yang dijabat kepala staf tentara). Keanggotaan Jawa Hokokai adalah para pemuda yang berusia minimal 14 tahun. Tugas Jawa Hokokai adalah menggerakkan rakyat guna mengumpulkan pajak, upeti, dan hasil pertanian rakyat.

 

g.  PETA (Pembela Tanah Air)

PETA dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1944 atas usul Gotot Mangkupraja kepada Letjend.  Kumakici Harada (Panglima Tentara ke-16). PETA di Sumatera dikenal dengan Gyugun. Pembentukan PETA ini  berbeda dengan organisasi lain bentukan Jepang.

 

Anggota PETA terdiri atas orang Indonesia yang mendapat pendidikan militer Jepang. PETA bertugas mempertahankan tanah air Indonesia. PETA merupakan tentara garis kedua. Di Jawa dibentuk 50 batalion PETA. Jabatan komando batalion dipegang oleh orang Indonesia tetapi setiap komandan ada pelatih dan penasihat Jepang. Tokoh-tokoh PETA yang terkenal antara lain Supriyadi, Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot Subroto, dan Jenderal Ahmad Yani.

 

5.     Bidang Pendidikan

Pada masa pendudukan Jepang kondisi pendidikan di tanah air berlangsung lebih buruk dibandingkan dengan masa pemerintahan Hindia Belanda. Jumlah sekolah menurun drastis.

 

Beberapa kegiatan pendidikan di perguruan tinggi sempat terhenti selama beberapa tahun. Baru pada tahun 1943, kegiatan pendidikan di perguruan tinggi dibuka kembali, seperti perguruan tinggi ilmu kedokteran (Ika Daigaku) dan perguruan tinggi teknik (Kagyo Daigaku). Sistem pembelajaran dan kurikulum sekolah ditujukan bagi kepentingan perang. Para pelajar juga diberikan slogan Hakko Ichiu.

 

Kebijakan positif yang dibuat dalam bidang pendidikan antara lain  menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Bahasa Indonesia juga dijadikan mata pelajaran wajib, bahasa Indonesia pun mengalami kemajuan yang sangat pesat. Selain itu adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.

 

Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut.

a.      Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko/ Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.

b.      Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.

c.      Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.

d.      Pendidikan Tinggi.

 

Guna memperoleh dukungan tokoh pribumi, Jepang mengawalinya dengan menawarkan konsep Putera (Pusat Tenaga Rakyat) di bawah pimpinan Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansur pada Maret 1943. Konsep ini dirumuskan setelah kegagalan The Triple Movement yang tidak menyertakan wakil tokoh pribumi. Tetapi PTR akhirnya mengalami nasib serupa setahun kemudian.

 

Pasca ini, Jepang tetap merekrut Ki Hajar Dewantoro sebagai penasehat bidang pendidikan mereka. Upaya Jepang mengambil tenaga pribumi ini dilatarbelakangi pengalaman kegagalan sistem pendidikan mereka di Manchuria dan China yang menerapkan sistem Nipponize (Jepangisasi). Karena itulah, di Indonesia mereka mencobakan format pendidikan yang mengakomodasi kurikulum berorientasi lokal.

 

Sekalipun patut dicatat bahwa pada menjelang akhir masa pendudukannya, ada indikasi kuat Jepang untuk menerapkan sistem Nipponize kembali, yakni dengan dikerahkannya Sendenbu (propagator Jepang) untuk menanamkan ideologi yang diharapkan dapat menghancurkan ideologi Indonesia Raya.

 

Jepang juga memandang perlu melatih guru-guru agar memiliki keseragaman pengertian tentang maksud dan tujuan pemerintahannya. Materi pokok dalam latihan tersebut antara lain:

a.      Indoktrinasi ideologi Hakko Ichiu;

b.      Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang;

c.      Bahasa, sejarah, dan adat-istiadat Jepang;

d.      Ilmu bumi dengan perspektif geopolitis; serta

e.      Olahraga dan nyanyian Jepang. Sementara untuk pembinaan kesiswaan, Jepang mewajibkan bagi setiap murid sekolah untuk rutin melakukan beberapa aktivitas berikut ini:

1)     menyanyikan lagi kebangsaan Jepang, Kimigayo setiap pagi;

2)     mengibarkan bendera Jepang, Hinomura dan menghormat Kaisar Jepang, Tenno Heika setiap pagi;

3)     setiap pagi mereka juga harus melakukan Dai Toa, bersumpah setia kepada cita-cita Asia Raya;

4)     setiap pagi mereka juga diwajibkan melakukan Taiso, senam Jepang;

5)     melakukan latihan-latihan fisik dan militer; menjadikan bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam pendidikan. Bahasa Jepang menjadi bahasa yang juga wajib diajarkan.

 

Jepang walaupun  hanya sebentar menduduki Indonesia, tetapi pendudukan Jepang telah membawa banyak pengaruh dalam kehidupan masyarakat baik dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, militer, dan pendidikan. Bahkan  pengaruh tersebut masih terasa hingga  masa kini dalam beberapa bidang.

Seperti dalam bidang sosial kita masih dapat menemui  struktur masyarakat desa seperti Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Sistem ini diterapkan di Jepang dengan nama tonarigumi.  

Dalam bidang kesenian Jepang mendirikan Keimin Bunka Shidoso (Pusat Kebudayaan). Lembaga ini mengadakan pameran karya pelukis lokal Indonesia dan juga memfasilitasi R. Koesbini dan Cornel Simanjuntak membentuk grup seni suara yang melahirkan lagu-lagu nasional Indonesia. Lagu-lagu tersebut masih dapat kita dengarkan dan nyanyikan  hingga sekarang, seperti lagu Tanah Tumpah Darahku, Majulah Putra-Putri Indonesia, Kalau Padi Menguning Lagi, dan lain-lain.  

Kemudian dalam bidang pendidikan Jepang menerapkan sistem pendidikan formal seperti di negaranya, yaitu SD 6 tahun, SMP 3 tahun, dan SMA 3 tahun. Sistem ini masih diterapkan oleh pemerintah Indonesia sampai saat ini. 

Pada masa itu pula, pemerintah militer Jepang juga memperkenalkan upacara bendera di sekolah. Hal itu dilakukan untuk menanamkan semangat kedisiplinan ala militer kepada para siswa. Hingga saat ini, kegiatan upacara bendera masih dilaksanakan di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, setidaknya setiap hari Senin.

  

No comments:

Post a Comment

Sapta Tirta : Berbagai Kekuatan Kegunaan & Keunikan

  Sejarah Perjuangan Leluhur Bangsa Obyèk wisata spiritual Sapta Tirta (7 macam air sendang) terdapat di desa Pablengan Kecamatan Matésih ...