Friday, April 23, 2021

Tokoh Pelopor Filsafat Sejarah

 

1.      Patrick Gardiner

Berpendapat bahwa filsafat sejarah menunjuk pada dua jenis penyelidikan yang sangat berbeda. Secara tradisional ungkapan tersebut telah digunakan untuk menunjukkan kepada usaha memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah. Gardiner juga mengemukakan bahwa filsafat sejarah dalam arti ini secara khas bercirikan dengan pertanyaan mengenai hukum-hukum pokok mana yang mengatur perkembangan dan perubahan dalam sejarah itu sendiri.

Patrick Gardiner terilhami oleh kepercayaan bahwa sejarah menghadirkan masalah-masalah yang mengatasi masalh-masalah yang menyita perhatian sejarawan professional. Para sejarawan professional dituntut dapat memenuhi suatu konsepsi yang bisa diterima secara intelektual dan moral mengenai perjalanan sejarah sebagai suatu keseluruhan.

Pokok persoalan yang dibahas oleh filsafat sejarah bukanlah jalannya peristiwa-peristiwa sejarah, namun hakikat sejarah yang dipandang sebagai suatu disiplin dan cabang pengetahuan yang khusus.

Filsafat sejarah berurusan dengan pokok-pokok seperti tujuan-tujuan penyelidikan sejarah, cara-cara sejarawan dalam menggambarkan dan mengklasifikasikan bahan mereka dan penjelasan-penjelasan dari hipotesis, anggapan dan prinsip-prinsip yang menjadi dasar tata cara penyelidikan mereka

 

2.      Dilthey dan Beneditto Croose

Mengemukakan bahwa tujuan sejarawan itu sangat berbeda dari sifat-sifat khas ahli-ahli ilmu alam. Para sejarawan tidak mempunyai kepentingan untuk menemukan hukum-hukum dan teori-teori universal yang dapat memunculkan dugaan-dugaan dan dapat digunakan sebagai petunjuk kepada tindakan dalam konteks yang praktis dan teknis.

Menurut mereka, tujuan yang utama adalah menentukan apa yang telah terjadi di masa lalu dan mengapa itu bisa terjadi dan lagi bahwa prinsip pengetahuan dan pengertian yang sesuai bukanlah prinsip yang diandalkan oleh tafsiran-tafsiran ilmiah tentang dunia.

Dilthey dan Crose menggaris bawahi perbedaan yang mereka anggap penting sekali antara pokok persoalan ilmu dan pokok persoalan sejaah. Perbedaan tersebut melibatkan kepercayaan bahwa tidak mungkin memandang kegiatan-kegiatan para pelaku sejarah semata-mata sebagai potongan-potongan tingkah laku yang dapat diamati kepada benda-benda fisik semata.

Sejarawan perlu merekonstruksikan “dari alam” alasan-alasan, tujuan-tujuan, dan perasaan-perasaan yang menggerakkan pribadi yang menjadi sasaran perhatiannya dan yang secara lahiriah diungkapkan dalam tindakan-tindakan mereka. Bermacam-macam pengetian seperti “menghidupkan kembali” dan “einfuhlung” didekati dengan maksud untuk dirincikan proses ini.

 

3.      R.G Collingwood

Ia berpendapat bahwa tugas pokok sejarawan ialah “memikirkan kembali” dan “memerankan” lagi di dalam pikirannya tentang pertimbangan-pertimbangan dari pelaku sejarah dan dengan begitu peristiwa yang harus disorotinya dibuat agar menjadi bisa dipahami dengan cara yang tidak ada hubungannya dengan ilmu-ilmu alam. Istilah sebab memiliki arti tersendiri dalam konteks cerita sejarah, tidak boleh dicampuradukkan dengan arti manapun yang mungkin saja dikandungnya ditempat yang lain.

Collingwood mengemukakan ada dua pokok pembicaraan yang penting dalam menggali filsafat sejarah. Pertama, mengenai sifat logis penjelasan yang diajukan tentang peristiwa dan perkembangan yang sifatnya khusus. Kedua, status epistemologis kisah sejarah masa lalu apakah valid, objektif dan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.

 

4.      Friedrick Hegel

Filsafat Hegel dapat kita telusuri namun terlebih dahulu harus diterangkan bentuk filsafatnya. Seluruh sistem Hegel terdiri dari rangkaian-rangkaian dialektis dari tiga tahap, yaitu: Tesis–Antitesis–Sintesis. Contoh : Dari Ada – tidak ada – menjadi. Dialektis merupakan suatu “irama” yang memerintahkan seluruh pikran Hegel. Kelemahan filsafat Hegel, antara lain bahwa segala sesuatu dicocokkan dengan struktur dialektis ini, dipaksakan untuk menerima benyuk yang sesuai dengan keseluruhan.

Hegel memandang sejarah manusia sebagai perwujdan ide ilahi yaitu “yang mutlak” dan setiap bagian atau periode sejarah merupakan suatu langkah terus kearah penyempurnaan ide yang ilahi itu. Ide ilahi itu diwujudkan dengan kesempurnaan yang tertinggi dalam Negara. Manusia menerima segala yang ia butuhkan untuk hidupnya baik yang moral maupun sosial dari Negara.

Hegel menghendaki adanya banyak Negara atau nation karena mereka itu adalah kegiatan dan semangat yang mendorong sejarah terus-menerus. Lagi pula dalam setiap zaman ada suatu bangsa atau nation yang dipilih yang bertanggung jawab atas perkembangan sejarah dan kebudayaan, suatu bangsa yang bertugas dan berkewajiban mengembangkan sejarah dengan system dialektis.

Hegel memandang ide itu yaitu yang mutlak sebagai sebab yang terakhir untuk segala kejadian dan segala realitet. Idelah yang menetapkan dan membentuk setiap yang disebut realitet dalam setiap fase, yakni periode, langkah perkembangan sejarah.

 

5.      Karl Marx dan Fredericht Engels

Marx memandang ide dan segala yang berhubungan dengan ide itu adalah suatu materi yang diganti dan dibentuk dalam pikiran manusia. Ia memandang manusia sebagai Tuhan untuk manusia. Manusia pada hakikatnya ialah makhluk yang bermasyarakat dan hanya jika masyarakat dan dalam persatuan dengan manusia lain, manusia itu adalah makhluk yang sejati.

Hegel berpendapat mengenai “dialektis”, yaitu pendapat, jawaban dan persatuan. Persatuan itu dalam waktu sama merupakan pendapat baru yang menuntut keberatan yang baru. Proses itu berlangsung terus membimbing sampai pengetahuan yang lebih terang.

Ajaran Marx dan Engels disebut Materialisme dialektis yang mengandung pkok-pokok pikiran dalam materialisme historis, yaitu :

·   Faktor paling penting yang menyebabkan perkembangan sejarah ialah faktor ekonomis. Dari basis itu timbul segala yang disebut rohani dan akibat-akibat perbuatan rohani seperti kebudayaan, kesenian, agama dan sebagainya. Semuaitu dinamakan bangunan atas Uerberbau.

·     Basis itu bergerak secara dialektis dan akibat dari gerakan itu adalah pertentangan social. Selanjutnya pertentangan social menyebabkan perjuangan kaum buruh terhadap kelas dan kemenangannya berarti memecahkan sama sekali pertentangan antara kelas-kelas itu.

Marx dan Hegel membagi masyarakat menjadi lima lapisan dalam sejarah karena perbedaan keadaan produksi masing-masing, yaitu Urkomunisme atau masyarakat pertama, bentuk perbudakan atau masyarakat yang tak punya apapun, Feodalisme, Kapitalisme dan Sosialisme

Dasar filsafat Marx adalah bahwa setiap zaman, sistem produksi merupakan hal yang fundamental. Yang menjadi persoalan bukan cita-cita politik atau teologi yang berlebihan, melainkan suatu system produksi.

Sejarah merupakan suatu perjuangan kelas, perjuangan kelas tertindas melawan kelas yang berkuasa, pada waktu itu di Eropa disebut kelas borjuis. Pada puncaknya daripada sejarah, ialah suatu masyarakat yang tidak berkelas, yang menurut ajaran Marx ialah masyarakat komunis.

 

6.      Oswald Spengler (1880-1936)

Spengler menganggap bahwa setiap kebudayaan sebagai satu kesatuan yang utuh memiliki sifat dan cirinya tersendiri. Menurutnya kehidupan cultural dalam keseluruhannya akan sama dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan, bahkan manusia dan hewan.

Seperti halnya pada musim, maka setiap siklus dari kehidupan cultural akan melaului empat fase perkembangan, yaitu :

·   Masa pra-kultural, berlangsung antara tahun 500-900 yaitu pada jaman Meroving-Karoling (Kerajaan Franka). Masa ini disebut juga masyarakat tak bersejarah (historyless society).

·      Masa Kultural Awal (early), berlangsung antara tahun 900-1500. Ditandai oleh system politik yang disebut feodalisme.

·     Masa Kultural akhir (Late) berlangsung antara tahun 1500-1800. Ditandai oleh lahirnya kota-kota yang dirintis Italia dan Prancis. Menurut Spengler kultur yang besar adalah kultur kota. Rakyat, Negara, politik, agama, seni dan ilmu pengetahuan berlandaskan pada suatu gejala utama dari manusia, yaitu kota.

·     Masa peradaban, dimulai dengan munculnya Napoleon digelanggang sejarah. Dari segi politik fase ini dibedakan menjadi Masa persaingan antar Negara (Contanding States) dan Masa Kekaisaran (Imperial States).

Dengan konsep Spiral Spengler telah menempatkan kebudayaan Barat pada fase menuju keruntuhannya yang mutlak yang harus diterima dan dihadapi dengan kesadaran penuh.

 

7.      Pitirim Sorokin (1889)

Ia adalah seorang sarjana Rusia yang pindah ke AS ketika sejarah revolusi komunis 1917. Teori Sorokin adalah ia tidak mengakui adanya siklus atau hukum fatum ala Spengler, ia tidak menerima teori evolusi Marx dan teori Agustinus dan Toynbee yang menuju ke arah kerajaan Allah tidak disetujuinya.

Ia menyatakan bahwa ahli-ahli seperti Spengler, toynbee membuat teori-teori yang tidak benar-benar menghargai niatan sejarah. Sorokin menyatakan bahwa gerak sejarah menunjukkan naik-turun, pasang-surut, timbul-tenggelam dengan ganti berganti.

 

8.      Arnaold J. Toynbee (1889)

Ia adalah seorang sarjana Inggris yang terkenal dengan karangannya: A Study of History yang terdiri dari 12 jilid. Teori Toynbee didasarkan atas penyelidikan 21 kebudayaan yang sempurna seperti Yunani-Roma, Maya (Amerika Tengah). Dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna. Seperti Eskimo, Sparta, Turki.

Kesimpulan toynbee adalah bahwa dalam gerak sejarah tidak terdapat hokum tertentu yang menguasaai dan mengatur timbul tenggelamnya kebudayaan-kebudayaan dengan pasti. Kebudayaan menurut Toynbee adalah wujud daripada kehidupan suatu golongan seluruhnya. Menurut Toynbee gerak sejarah melalui tingkatan sebagai berikut :

·         Genesis of Civilitation-lahirnya kebudayaan

·         Growth of civilitation-perkembangan kebudayaan

·         Decline of civilitation-keruntuhan kebudayaan

Kebudayaan dilahirkan karena tantangan dan jawaban antara manusia dan alam sekitar. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kejadian digerakkan oleh sebagian kecil dari pihak-pihak kebudayaan itu..

Jumlah kecil (minority) menciptakan kebudayaan dan massa (mayority) meniru. Tanpa minority yang kuat dan dapat mencipta maka suatu kebudayaan tidak dapat berkembang. Garis besar teori Toynbee mirip dengan tafsiran Santo Agustinus dan akhir dari gerak sejarah sama pula dengan civitas die.

Spengler dan Toynbee lebih menekankan pada proses atau tujuan sejarah. Sedangkan Karl Marx condong pada garis linier. Dalam kaitannya dengan Spengler dan Toynbee bahwa sejarah bukan hanya yang terjadi sampai sekarang atau yang lampau tetapi juga yang akan terjadi.

 

9.      Herbert Spencer (1820-1903)

Menurutnya sejarah manusia berkembangan secara evolusioner dari keadaan yang homogen menuju keadaan yang heterogen yang berarti dari masyarakat yang sederhana menuju masyarakat yang lebih maju atau kompleks. Teori evolusi Spencer adalah semua bentuk kehidupan menempuh perkenbangan yang sama dari fase ke fase (sederhana ke kompleks) sehingga tidak mungkin bergerak mundur.

 

10.  Ibnu Khaldun (1332-1406)

Pemikiran Ibnu Khaldun tentang filsafat sejarah begitu panjang, namun Secara singkat, inti dari pemikiran filsafat sejarah Ibn Khaldun adalah sebagai berikut :

·      Manusia hidup di dunia ini mempunyai tugas ganda yaitu sebagai hamba Allah dan sebagai makhluk sosial yang di serahi tugas sebagai khalifah untuk mengelola dan mengatur alam ini demi kesejahteraan manusia itu sendiri yang sekaligus merupakan unsur budaya dari manusia itu sendiri. Semakin cepat perubahan yang di lakukan oleh manusia, maka semakin cepat pula cara berfikir manusia tersebut.

·      Setiap tindakan manusia (sebagai khalifah) adalah untuk tujuan mengabdi kepada Allah, dan hal itu adalah tujuan dari sejarah. Dalam proses pencapaian tujuan tersebut, manusia mengalami berbagai problem dan lika-liku hidup. Ada manusia yang di timpa bencana, kesusahan dan ada pula yang di beri nikmat dan selalu berkecukupan. Semua itu adalah peristiwa yang menandai perjalanan sejarah untuk mencapai tujuannya.

·      Tercapainya tujuan sejarah, menurut Ibn Khaldun, adalah di sebabkan oleh adanya penggerak sejarah. Menurutnya penggerak sejarah itu adalah faktor Ilahi dan faktor alami. Faktor Ilahi adalah Tuhan. Dalam agama samawi (Yahudi, Kristen dan Islam) faktor Ilahi ini adalah Allah. Sedangkan dalam agama ardhi dan agama primitif, faktor Ilahi itu adalah dewa-dewa. Adapun penggerak sejarah dari faktor alami adalah, antara lain, politik, ekonomi, sosial, budaya, solidaritas sosial dan lain sebagainya

 

11.  Dr. Soedjatmoko

Berpendapat bahwa manusia dalam menghadapi fakta sejarah, manusia selalu mencoba merumuskan suatu filsafat sejarah yang mencukupi segala sesuatu dalam sejarah dengan memakai prinsip tertentu. Akan tetapi, kenyataan sejarah tidak dapat dicukupi hanya dengan satu prinsip saja, namun dengan beberapa prinsip sekaligus.

Dalam menghadapi kenyataan sejarah dan mencari penjelasan sejarah, manusia harus lebih sadar akan ikatan sejarah daripada pikiran, sistem pikiran dan si pemikir sejarah tersebut.

Suatu kebudayaan dianggap oleh filsafat sejarah sebagai kesatuan kecil yang masih bisa digunakan dalam mengetahui suatu sejarah. Dalam berpikir mengenai sejarah suatu bangsa, faktor-faktor yang mempengaruhi nasib dan perkembangan bangsa bukanlah sesuatu yang istimewa. Manusia harus lebih mengutamakan pandangan dirinya sebagai bangsa dan Negara yang mempunyai asal dan panggilan tersendiri, yang berbeda dengan bangsa yang lain.

Filsafat sejarah sekarang telah turun menjadi pemikiran, renungan tentang sejarah dan filsafat sejarah nasional tidak lagi berada di dalam ilmu sejarah atau di dalam filsafat sejarah

 

12.  Prof. Sartono Kartodirjo

Filsafat sejarah adalah bagian dari filsafat yang berusaha memberikan jawaban terhadap pertanyaan mengenai makna dari suatu proses peristiwa sejarah. Manusia budaya tidak puas dengan pengetahuan sejarah, sehingga mereka mencari makna yang menguasai peristiwa sejarah dan hubungan antara fakta-fakta sampai asal dan tujuannya.

Sejarah adalah masalah fundamental bagi hidup manusia yang memberi harapan dan makna baginya. Sejarah akan memperoleh makna jika kejadian-kejadian ditinjau dengan pandangan ke masa depan atau harapan perwujudan ke masa depan. Filsafat sejarah yang pertama berkaitan dengan kosmologi jaman kuno dan pandangan hidup dewasa ini.

Filsafat sejarah menjadi unsur atau aspek kebudayaan yang dimiliki oleh peradaban yang mendukungnya dan menjadi manifestasi kebudayaan yang mencerminkan gaya cultural peradabannya. Latar belakang kebudayaan menjadi faktor penting bagi suatu filsafat sejarah, maka perbandingan antara filsafat abad pertengahan dengan filsafat sejarah modern akan mampu menunjukkan perbedaan sifat-sifat kedua peradaban tersebut.

 

 

No comments:

Post a Comment

Sapta Tirta : Berbagai Kekuatan Kegunaan & Keunikan

  Sejarah Perjuangan Leluhur Bangsa Obyèk wisata spiritual Sapta Tirta (7 macam air sendang) terdapat di desa Pablengan Kecamatan Matésih ...