Friday, June 19, 2020

Kehidupan Masyarakat Purba di Indonesia (sosial, ekonomi, religi, dan budaya)



1. Kehidupan Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Dalam masa prasejarah Indonesia, corak kehidupan dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering) dibagi menjadi dua masa, yaitu masa berburu dan mengumpulkan atau meramu makanan tingkat sederhana serta masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut.

a. Keadaan Lingkungan
Pada awalnya manusia purba hidup di padang terbuka. Alam sekitarnya merupakan tempat mereka mencari makanan. Mereka menyesuaikan diri terhadap alam sekitar untuk dapat mempertahankan hidup. Manusia yang tinggal di gua-gua dikenal sebagai cavemen (orang gua).

Mereka juga tinggal dekat sungai atau pantai yang mudah untuk mencari ikan, atau hutan yang terdapat tumbuh-tumbuhan yang bisa mereka makan atau dapat dijadikan tempat berburu binatang.

Apabila persediaan makanan yang terdapat pada alam di mana mereka tinggal, maka tempat tersebut akan mereka tinggalkan. Oleh sebab itu, kehidupan manusia pada masa ini berpindah-pindah (nomaden), tidak menetap. Dengan demikian, mereka sangat bergantung pada kebaikan alam.

b. Kehidupan Sosial
Kondisi alam sangat berpengaruh terhadap sifat dan fisik makhluk hidup tanpa kecuali manusia. Adanya keterikatan satu sama lain di dalam satu kelompok, yang laki-laki bertugas memburu hewan dan yang perempuan mengumpulkan makanan dan mengurus anak. Satu kelompok biasanya terdiri dari 10 – 15 orang.

c. Budaya dan Alat yang Dihasilkan
Pola hidup berburu membentuk suatu kebutuhan akan pembuatan alat dan penggunaan api. Kebutuhan ini membentuk suatu budaya membuat alat-alat sederhana dari batu, kayu, tulang yang selanjutnya berkembang dengan munculnya kepercayaan terhadap kekuatan alam.
 
Hasil-hasil kebudayaan yang ditemukan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan antara lain:
1)  Kapak perimbas : tidak memiliki tangkai dan digunakan dengan cara digenggam; diduga hasil kebudayaan Pithecanthropus Erectus. Kapak perimbas ditemukan pula di Pakistan, Myanmar, Malaysia, Cina, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

2)  Kapak penetak : bentuknya hampir sama dengan kapak perimbas, namun lebih besar dan masih kasar; berfungsi untuk membelah kayu, pohon, bambu; ditemukan hamper di seluruh wilayah Indonesia.

3)  Kapak genggam : bentuknya hampir sama dengan kapak perimbas dan penetak, namun bentuknya lebih kecil dan masih sederhana dan belum diasah; ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia; digenggam pada ujungnya yang lebih ramping.

4)  Pahat genggam : bentuknya lebih kecil dari kapak genggam; berfungsi untuk menggemburkan tanah dan mencari ubi ubian untuk dikonsumsi.

5)  Alat serpih atau flake : bentuknya sangat sederhana; berukuran antara 10 hingga 20 cm; diduga digunakan sebagai pisau, gurdi, dan penusuk untuk mengupas, memotong, dan menggali tanah; banyak ditemukan di goa-goa yang pernah ditinggali manusia purba.

6)  Alat-alat dari tulang : berupa tulang-belulang binatang buruan. Alat-alat tulang ini dapat berfungsi sebagai pisau, belati, mata tombak, mata panah; banyak ditemukan di Ngandong.

d. Sistem Kepercayaan
Penemuan akan kuburan primitif merupakan bukti bahwa manusia berburu makanan ini telah memiliki kepercayaan yang bersifat rohani dan spiritual. Masyarakat zaman ini menganggap bahwa arwah orang yang telah mati akan tetap hidup di dunia lain dan tetap mengawasi anggota keluarganya yang masih hidup.

e. Sistem Bahasa
Interaksi antar anggota kelompok saat berburu menimbulkan sIstem komunikasi dalam bentuk bunyi mulut, yakni dalam bentuk kata atau gerakan badan yang sederhana.

2. Kehidupan Bercocok Tanam dan Beternak
a. Lingkungan Alam
Pada masa ini masyarakatnya telah bertempat tinggal menetap, meski suatu saat bisa berpindah. Kehidupan bercocok tanam pertama kali yang dikenal manusia purba adalah berhuma. Berhuma adalah bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan kemudian menanaminya. Karena berhuma memerlukan tempat yang subur, maka ketika tanah itu sudah tidak subur, mereka akan mencari daerah baru dan begitu seterusnya.

Sudah mulai memelihara hewan ternak, tak perlu lagi berburu binatang liar. Kehidupan bercocok tanam dan beternak ini disebut juga sebagai food producting atau menghasilkan makanan sebagai perkembangan dari food gathering atau mengumpulkan makanan.

b. Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Hubungan kelompok A dengan kelompok B menjadi lebih erat. Ini terjadi karena dalam memenuhi kehidupannya, mereka dituntut untuk selalu bekerja sama, bergotong-royong. Cara gotong-royong berlaku pula ketika membangun tempat tinggal, di ladang dan sawah, menangkap ikan, merambah hutan. Dengan kemampuan komunikasi antarsesama menimbulkan rasa saling membutuhkan satu sama lainnya.

Kehidupan agraris yang ditimbulkan dari menetapnya tempat tinggal manusia purba, menyebabkan adanya saling ketergantungan antar mereka. terjadi kegiatan barter. Aksi barter ini dilakukan dengan cara tukar-menukar hasil bumi.

c. Budaya dan Hasil Alat yang dihasilkan
Terdorong oleh pergeseran kebutuhan dari semula menanam umbi-umbian menjadi menanam padi, manusia lantas membuat perkakas yang semakin efektif dan efisien.

Hasil-hasil temuan yang menunjukkan budaya pada saat itu adalah beliung persegi, kapak lonjong, mata panah, gerabah, dan perhiasan.
1) Beliung persegi : diduga dipergunakan dalam upacara; banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Semenanjung Melayu, dan beberapa daerah di Asia Tenggara.

2) Kapak persegi :  yaitu batu yang garis irisannya melintangnya memperlihatkan sebuah bidang segi panjang atau ada juga yang berbentuk trapesium. Jenis lain yang termasuk dalam katagori kapak persegi seperti beliung atau pacul untuk yang ukuran besar, dan untuk ukuran yang kecil bernama tarah. tempat ditemukannya kapak persegi yaitu di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.

3)  Kapak lonjong : umumnya terbuat dari batu kali yang berwarna kehitam-hitaman; dibuat dengan cara diupam hingga halus; ditemukan di daerah Maluku, Papua, Sulawesi Utara, Filipina, Taiwan, Cina.

4) Mata panah : digunakan sebagai alat berburu dan menangkap ikan; untuk menangkap ikan mata panahnya dibuat bergerigi dan terbuat dari tulang, mata panah untuk menangkap ikan ini banyak ditemukan di dalam goa-goa di pinggir sungai; orang Papua kini masih menggunakan mata panah untuk menangkap ikan dan berburu, namun terbuat dari kayu.

5) Gerabah : terbuat dari tanah liat yang dibakar; digunakan sebagai tempat menyimpan benda-benda perhiasan; biasanya dihiasi motif-motif hias yang indah.

6) Perhiasan : terbuat dari tanah liat, batu kalsedon, yaspur, dan agat; dapat berwujud kalung, gelang, anting-anting; bila seseorang meninggal maka ia akan dibekali perhiasan di dalam kuburannya.

d.  Pakaian
Manusia pada masa bercocok tanam diperkirakan telah memakai pakaian. Bahan yang digunakan untuk pakaian berasal dari kulit kayu. Daerah tempat ditemukan bukti adanya pakaian adalah di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan beberapa tempat lainnya.

e.  Sistem Kepercayaan
Pemujaan terhadap roh atau arwah leluhur Pemujaan ini berawal dari anggapan manusia terhadap kekuatan alam. Tanah, air, udara, dan api dianggap sebagai unsur pokok dalam kehidupan semesta. Pada masa bercocok tanam ini manusia purbanya telah mengenal anggapan bahwa roh manusia setelah mati dianggap tidak hilang, melainkan berada di alam lain yang tidak berada jauh dari tempat tinggalnya dahulu.

3. Masa Perundagian
a. Kehidupan Sosial
Usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pribadinya mendorong ditemukannya peleburan bijih-bijih logam dan pembuatan benda-benda dari logam. Menyebabkan timbulnya golongan undagi. Golongan ini merupakan golongan masyarakat terampil dan mampu menguasai teknologi pada bidang-bidang tertentu, misalnya membuat rumah, peleburan logam, membuat perhiasan.

b. Budaya dan Alat yang dihasilkan
Adanya perkembangan teknologi yang semakin maju, mendorong manusia untuk melakukan hal yang terbaik pada dirinya. Hasil hasil peninggalan kebudayaannya antara lain nekara perunggu, moko, kapak perunggu, bejana perunggu, arca perunggu, dan perhiasan.

Masyarakat pada waktu itu telah mengenal teknik pengolahan logam, Teknik tersebut adalah sebagai berikut :
1) Teknik Cetakan Lilin (A Cire Perdue)
Teknik a Cire Perdue adalah teknik mengolah logam dengan membuat model benda dari lilin. Lilin ini kemudian dibungkus dengan tanah liat yang di atasnya diberi lubang. Tanah liat yang diberi lilin ini kemudian dibakar sehingga lilin akan mencair dan keluar dari lobang yang telah dibuat.

Bentuk rongga itu sama dengan bentuk lilin yang dibuat. Jadilah tanah yang berongga itu menjadi cetakan yang ke dalam di masukkan logam yang sudah mencair. Setelah dingin dan kental, tanah liat pembungkus itu dihancurkan dan diperoleh benda yang dikehendaki dari logam tersebut sesuai dengan cetakannya. Cetakan ini hanya dapat dipakai sekali dan hanya untuk benda-benda kecil.

2) Teknik Cetakan Setangkup (Bivalve)
Teknik setangkup (bivalve) menggunakan dua cetakan yang dapat ditangkupkan (dirapatkan). Cetakan tersebut diberi lubang pada bagian atasnya. Dari lubang itu dituangkan logam cair. Bila perunggu sudah dingin maka cetakan dibuka. Bila membuat benda berongga maka digunakan tanah liat sebagai intinya yang akan membentuk rongga setelah tanah liat itu dibuang. Cetakan ini dapat digunakan berkali-kali. Teknik cetakan setangkup biasanya untuk benda-benda yang pejal atau tidak berongga

c. Kepercayaan
1)  Animisme
Animisme adalah kepercayaan yang memuja arwah/roh dari nenek moyang. Menurut kepercayaan, setiap benda baik hidup maupun mati mempunyai roh atau jiwa. Roh itu mempunyai kekuatan gaib yang disebut mana. Roh/arwah tersebut hidup terus di negeri arwah serupa dengan hidup manusia. Mereka dianggap pula dapat berdiam di dalam kubur, sehingga mereka ditakuti. Bagi arwah orang-orang terkemuka seperti kepala suku, kyai, pendeta, dukun, dan sebagainya itu dianggap suci. Oleh karena itu, mereka dihormati; demikian pula nenek moyang kita.

2)  Dinamisme
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa pada benda-benda tertentu baik benda hidup atau mati bahkan benda-benda ciptaan (seperti tombak dan keris) mempunyai kekuatan gaib dan dianggap bersifat suci. Benda suci itu mempunyai sifat yang luar biasa (karena kebaikan atau keburukannya) sehingga dapat memancarkan pengaruh baik atau buruk kepada manusia dan dunia sekitarnya. Benda-benda yang dinggap suci ini, misalnya pusaka, lambang kerajaan, tombak, keris, gamelan, dan sebagainya dipercaya akan membawa pengaruh baik bagi orang/masyarakat yang memilikinya.

3)  Totemisme
Totemisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap suci dan dipuja karena memiliki kekuatan supranatural. Hewan yang dianggap suci antara lain sapi, ular, dan harimau. Hubungan antara manusia dengan hewan dapat berupa hubungan permusuhan berdasarkan takut-menakuti dan ada pula hubungan baik, hubungan persahabatan bahkan hubungan keturunan. Itulah sebabnya beberapa bangsa di dunia terdapat kebiasaan menghormati binatang-binatang tertentu untuk dipuja.

NILAI-NILAI PENINGGALAN BUDAYA MASA PRASEJARAH INDONESIA
Nilai-nilai budaya masa prasejarah artinya, konsep-konsep umum tentang masalah-masalah dasar yang sangat penting dan bernilai bagi kehidupan masyarakat prasejarah di Indonesia.

Revolusi kehidupan manusia dari food gathering ke food producing dapat dibuktikan dengan adanya beberapa hal seperti yang dikemukakan oleh Dr. Brandes, seorang ahli purbakala, yang mengemukakan bahwa sebelum kedatangan pengaruh Hindu-Budha, telah terdapat 10 (sepuluh) unsur pokok dalam kehidupan asli masyarakat Indonesia, yaitu :
1.   Mengenal Astronomi (Ilmu perbintangan)
Masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu pengetahuan dan memanfaatkan teknologi angin musim sebagai tenaga penggerak dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan.
Petunjuk arah dalam pelayaran :
1)      Bintang Biduk Selatan & Bintang Pari     : Arah selatan
2)      Bintang Biduk Utara                                : Arah utara
Petunjuk dalam Pertanian :
Bintang Waluku   : Awal musim hujan
2.   Kepandaian bersawah
Sejak zaman Neolitikum bangsa Indonesia telah bertempat tinggal tetap. Kehidupan demikian mendorong mereka untuk hidup sebagai food producing. Pertanian yang awalnya dilakukan dengan sistem ladang, kemudian menggunakan sistem sawah. Untuk itu tata pengaturan air (irigasi) sudah dilakukan dengan membuat saluran atau bendungan.

3.   Pengaturan masyarakat
Dari desa-desa kuno di Indonesia dapat diketahui bahwa salah satu aturan yang dikenal adalah adanya kehidupan yang demokratis, berkelompok, dan gotong royong. Cara pemilihan pemimpin yaitu : primus inter pares. Maksudnya, yang menjadi pemimpin adalah orang yang dianggap dapat melindungi masyarakat dari berbagai gangguan, termasuk gangguan roh sehingga seorang pemimpin dianggap memiliki kesaktian lebih.

4.   Sistem Mocopat
Kepercayaan yang didasarkan pada pembagian 4 penjuru arah mata angin, yaitu utara, selatan, barat, dan timur. Sistem mocopat dikaitkan dengan pendirian beberapa bangunan inti yaitu; pusat kota/istana di sebelah selatan, tempat ibadah di sebelah barat, pasar di sebelah utara, penjara di sebelah timur, dan alun-alun di tengah-tengahnya.

5.   Kesenian Wayang
Wayang dimainkan seorang Dalang. Awalnya merupakan suatu ritual pemujaan yang menceritakan kisah nenek moyang. Kedatangan Hindhu ke nusantara menyebabkan kisah nenek moyang digantikan kisah Ramayana dan Mahabhrata. Fungsinya pun beralih sebagai pertunjukan, bukan lagi pemujaan.

6.  Seni Gamelan
Gamelan merupakan seperangkat alat musik tradisional yang dipakai untuk mengiringi pertunjukkan wayang. Beberapa alat gamelan adalah gong, bonang, gambang, rebab, saron dan gendang.

7.   Seni Membatik
Membatik merupakan kerajinan membuat gambar pada kain. Cara menggambarnya menggunakan alat canting yang diisi bahan cairan lilin (orang Jawa menyebutnya malam) yang telah dipanaskan, lalu dilukiskan pada kain sesuai motifnya. Membatik termasuk kegiatan religius, yaitu untuk menghormati nenek moyang.

8.   Kemampuan berlayar
Pembawa kebudayaan Neolitikum masuk ke Indonesia ialah ras bangsa Austronesia yang menjadi nenek moyang bangsa Indonesia. Mereka datang ke Indonesia dengan menggunakan perahu bercadik. Kemampuan berlayar disertai dengan pengetahuan astronomi, yakni pengetahuan tentang perbintangan. Satu ciri perahu bangsa Indonesia adalah penggunaan cadik, yaitu alat dari bambu dan kayu yang dipasang di kanan kiri perahu agar tidak mudah oleng.

9.   Aktivitas perdagangan
Barang-barang kehidupan yang dibuat di rumah atau hasil panen mereka banyak, tetapi ada beberapa kebutuhan yang tidak dapat mereka penuhi atau mereka tanam; maka mereka tukar menukar barang (barter). Dengan demikian terjadilah perdagangan.

10.   Seni Logam
Masyarakat Indonesia telah lama mengetahui cara membuat peralatan dari logam. Mereka menggunakan teknik a cire perdue dan teknik bivalve. Pada zaman logam, usaha kerajinan perundagian makin berkembang.


No comments:

Post a Comment

Sapta Tirta : Berbagai Kekuatan Kegunaan & Keunikan

  Sejarah Perjuangan Leluhur Bangsa Obyèk wisata spiritual Sapta Tirta (7 macam air sendang) terdapat di desa Pablengan Kecamatan Matésih ...