1.
Kehidupan Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Dalam
masa prasejarah Indonesia, corak kehidupan dengan cara berburu dan mengumpulkan
makanan (food gathering) dibagi menjadi dua masa, yaitu masa berburu dan
mengumpulkan atau meramu makanan tingkat sederhana serta masa berburu
dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut.
a. Keadaan Lingkungan
Pada
awalnya manusia purba hidup di padang terbuka. Alam sekitarnya merupakan tempat
mereka mencari makanan. Mereka menyesuaikan diri terhadap alam sekitar untuk
dapat mempertahankan hidup. Manusia yang tinggal di gua-gua dikenal sebagai cavemen
(orang gua).
Mereka
juga tinggal dekat sungai atau pantai yang mudah untuk mencari ikan, atau hutan
yang terdapat tumbuh-tumbuhan yang bisa mereka makan atau dapat dijadikan
tempat berburu binatang.
Apabila
persediaan makanan yang terdapat pada alam di mana mereka tinggal, maka tempat
tersebut akan mereka tinggalkan. Oleh sebab itu, kehidupan manusia pada masa
ini berpindah-pindah (nomaden), tidak menetap. Dengan demikian, mereka sangat
bergantung pada kebaikan alam.
b. Kehidupan Sosial
Kondisi
alam sangat berpengaruh terhadap sifat dan fisik makhluk hidup tanpa kecuali
manusia. Adanya keterikatan satu sama lain di dalam satu kelompok, yang
laki-laki bertugas memburu hewan dan yang perempuan mengumpulkan makanan dan
mengurus anak. Satu kelompok biasanya terdiri dari 10 – 15 orang.
c.
Budaya dan Alat yang Dihasilkan
Pola
hidup berburu membentuk suatu kebutuhan akan pembuatan alat dan penggunaan api.
Kebutuhan ini membentuk suatu budaya membuat alat-alat sederhana dari batu,
kayu, tulang yang selanjutnya berkembang dengan munculnya kepercayaan terhadap
kekuatan alam.
Hasil-hasil
kebudayaan yang ditemukan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan antara
lain:
1) Kapak
perimbas : tidak memiliki tangkai dan digunakan dengan cara
digenggam; diduga hasil kebudayaan Pithecanthropus Erectus. Kapak
perimbas ditemukan pula di Pakistan, Myanmar, Malaysia, Cina, Thailand, Filipina,
dan Vietnam.
2) Kapak
penetak : bentuknya hampir sama dengan kapak perimbas, namun lebih
besar dan masih kasar; berfungsi untuk membelah kayu, pohon, bambu; ditemukan
hamper di seluruh wilayah Indonesia.
3) Kapak
genggam : bentuknya hampir sama dengan kapak perimbas dan penetak,
namun bentuknya lebih kecil dan masih sederhana dan belum diasah; ditemukan
hampir di seluruh wilayah Indonesia; digenggam pada ujungnya yang lebih
ramping.
4) Pahat
genggam : bentuknya lebih kecil dari kapak genggam; berfungsi untuk
menggemburkan tanah dan mencari ubi ubian untuk dikonsumsi.
5) Alat
serpih atau flake : bentuknya sangat sederhana; berukuran
antara 10 hingga 20 cm; diduga digunakan sebagai pisau, gurdi, dan penusuk
untuk mengupas, memotong, dan menggali tanah; banyak ditemukan di goa-goa yang
pernah ditinggali manusia purba.
6) Alat-alat
dari tulang : berupa tulang-belulang binatang buruan.
Alat-alat tulang ini dapat berfungsi sebagai pisau, belati, mata tombak, mata
panah; banyak ditemukan di Ngandong.
d.
Sistem Kepercayaan
Penemuan
akan kuburan primitif merupakan bukti bahwa manusia berburu makanan ini telah
memiliki kepercayaan yang bersifat rohani dan spiritual. Masyarakat zaman ini
menganggap bahwa arwah orang yang telah mati akan tetap hidup di dunia lain dan
tetap mengawasi anggota keluarganya yang masih hidup.
e.
Sistem Bahasa
Interaksi
antar anggota kelompok saat berburu menimbulkan sIstem komunikasi dalam bentuk
bunyi mulut, yakni dalam bentuk kata atau gerakan badan yang sederhana.
2.
Kehidupan Bercocok Tanam dan Beternak
a. Lingkungan Alam
Pada
masa ini masyarakatnya telah bertempat tinggal menetap, meski suatu saat bisa
berpindah. Kehidupan bercocok tanam pertama kali yang dikenal manusia purba
adalah berhuma. Berhuma adalah bercocok tanam dengan cara membersihkan
hutan dan kemudian menanaminya. Karena berhuma memerlukan tempat yang subur,
maka ketika tanah itu sudah tidak subur, mereka akan mencari daerah baru dan
begitu seterusnya.
Sudah
mulai memelihara hewan ternak, tak perlu lagi berburu binatang liar. Kehidupan
bercocok tanam dan beternak ini disebut juga sebagai food producting atau
menghasilkan makanan sebagai perkembangan dari food gathering atau
mengumpulkan makanan.
b. Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Hubungan
kelompok A dengan kelompok B menjadi lebih erat. Ini terjadi karena dalam
memenuhi kehidupannya, mereka dituntut untuk selalu bekerja sama,
bergotong-royong. Cara gotong-royong berlaku pula ketika membangun tempat
tinggal, di ladang dan sawah, menangkap ikan, merambah hutan. Dengan kemampuan
komunikasi antarsesama menimbulkan rasa saling membutuhkan satu sama lainnya.
Kehidupan
agraris yang ditimbulkan dari menetapnya tempat tinggal manusia purba,
menyebabkan adanya saling ketergantungan antar mereka. terjadi kegiatan barter.
Aksi barter ini dilakukan dengan cara tukar-menukar hasil bumi.
c. Budaya dan Hasil Alat yang dihasilkan
Terdorong
oleh pergeseran kebutuhan dari semula menanam umbi-umbian menjadi menanam padi,
manusia lantas membuat perkakas yang semakin efektif dan efisien.
Hasil-hasil
temuan yang menunjukkan budaya pada saat itu adalah beliung persegi, kapak
lonjong, mata panah, gerabah, dan perhiasan.
1) Beliung
persegi : diduga dipergunakan dalam upacara; banyak ditemukan di
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Semenanjung Melayu, dan
beberapa daerah di Asia Tenggara.
2) Kapak persegi : yaitu batu yang garis irisannya melintangnya
memperlihatkan sebuah bidang segi panjang atau ada juga yang berbentuk
trapesium. Jenis lain yang termasuk dalam katagori kapak persegi seperti beliung
atau pacul untuk yang ukuran besar, dan untuk ukuran yang kecil bernama tarah.
tempat ditemukannya kapak persegi yaitu di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara,
Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan.
3) Kapak
lonjong : umumnya terbuat dari batu kali yang berwarna kehitam-hitaman;
dibuat dengan cara diupam hingga halus; ditemukan di daerah Maluku, Papua,
Sulawesi Utara, Filipina, Taiwan, Cina.
4) Mata
panah : digunakan sebagai alat berburu dan menangkap ikan; untuk
menangkap ikan mata panahnya dibuat bergerigi dan terbuat dari tulang, mata
panah untuk menangkap ikan ini banyak ditemukan di dalam goa-goa di pinggir
sungai; orang Papua kini masih menggunakan mata panah untuk menangkap ikan dan
berburu, namun terbuat dari kayu.
5) Gerabah :
terbuat dari tanah liat yang dibakar; digunakan sebagai tempat menyimpan
benda-benda perhiasan; biasanya dihiasi motif-motif hias yang indah.
6) Perhiasan :
terbuat dari tanah liat, batu kalsedon, yaspur, dan agat; dapat berwujud
kalung, gelang, anting-anting; bila seseorang meninggal maka ia akan dibekali
perhiasan di dalam kuburannya.
d. Pakaian
Manusia pada masa
bercocok tanam diperkirakan telah memakai pakaian. Bahan yang digunakan untuk
pakaian berasal dari kulit kayu. Daerah tempat ditemukan bukti adanya pakaian
adalah di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan beberapa tempat lainnya.
e. Sistem Kepercayaan
Pemujaan
terhadap roh atau arwah leluhur Pemujaan ini berawal dari anggapan manusia
terhadap kekuatan alam. Tanah, air, udara, dan api dianggap sebagai unsur pokok
dalam kehidupan semesta. Pada masa bercocok tanam ini manusia purbanya telah
mengenal anggapan bahwa roh manusia setelah mati dianggap tidak hilang,
melainkan berada di alam lain yang tidak berada jauh dari tempat tinggalnya
dahulu.
3.
Masa Perundagian
a. Kehidupan Sosial
Usaha
manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pribadinya mendorong ditemukannya
peleburan bijih-bijih logam dan pembuatan benda-benda dari logam. Menyebabkan
timbulnya golongan undagi. Golongan ini merupakan golongan masyarakat
terampil dan mampu menguasai teknologi pada bidang-bidang tertentu, misalnya
membuat rumah, peleburan logam, membuat perhiasan.
b. Budaya dan Alat yang
dihasilkan
Adanya
perkembangan teknologi yang semakin maju, mendorong manusia untuk melakukan hal
yang terbaik pada dirinya. Hasil hasil peninggalan kebudayaannya antara lain
nekara perunggu, moko, kapak perunggu, bejana perunggu, arca perunggu, dan
perhiasan.
Masyarakat
pada waktu itu telah mengenal teknik pengolahan logam, Teknik tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Teknik Cetakan Lilin (A Cire Perdue)
Teknik
a Cire Perdue adalah teknik mengolah logam dengan membuat model benda dari
lilin. Lilin ini kemudian dibungkus dengan tanah liat yang di atasnya diberi
lubang. Tanah liat yang diberi lilin ini kemudian dibakar sehingga lilin akan mencair
dan keluar dari lobang yang telah dibuat.
Bentuk
rongga itu sama dengan bentuk lilin yang dibuat. Jadilah tanah yang berongga
itu menjadi cetakan yang ke dalam di masukkan logam yang sudah mencair. Setelah
dingin dan kental, tanah liat pembungkus itu dihancurkan dan diperoleh benda
yang dikehendaki dari logam tersebut sesuai dengan cetakannya. Cetakan ini
hanya dapat dipakai sekali dan hanya untuk benda-benda kecil.
2) Teknik Cetakan Setangkup (Bivalve)
Teknik
setangkup (bivalve) menggunakan dua cetakan yang dapat ditangkupkan
(dirapatkan). Cetakan tersebut diberi lubang pada bagian atasnya. Dari lubang
itu dituangkan logam cair. Bila perunggu sudah dingin maka cetakan dibuka. Bila
membuat benda berongga maka digunakan tanah liat sebagai intinya yang akan
membentuk rongga setelah tanah liat itu dibuang. Cetakan ini dapat digunakan
berkali-kali. Teknik cetakan setangkup biasanya untuk benda-benda yang pejal
atau tidak berongga
c. Kepercayaan
1)
Animisme
Animisme adalah kepercayaan yang memuja
arwah/roh dari nenek moyang. Menurut
kepercayaan, setiap benda baik hidup maupun mati mempunyai roh atau jiwa. Roh
itu mempunyai kekuatan gaib yang disebut mana. Roh/arwah tersebut
hidup terus di negeri arwah serupa dengan hidup manusia. Mereka dianggap pula
dapat berdiam di dalam kubur, sehingga mereka ditakuti. Bagi arwah orang-orang
terkemuka seperti kepala suku, kyai, pendeta, dukun, dan sebagainya itu
dianggap suci. Oleh karena itu, mereka dihormati; demikian pula nenek moyang
kita.
2)
Dinamisme
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa pada benda-benda
tertentu baik benda hidup atau mati bahkan benda-benda ciptaan (seperti tombak
dan keris) mempunyai kekuatan gaib dan dianggap bersifat suci. Benda suci itu
mempunyai sifat yang luar biasa (karena kebaikan atau keburukannya) sehingga
dapat memancarkan pengaruh baik atau buruk kepada manusia dan dunia sekitarnya.
Benda-benda yang dinggap suci ini, misalnya pusaka, lambang kerajaan, tombak,
keris, gamelan, dan sebagainya dipercaya akan membawa pengaruh baik bagi
orang/masyarakat yang memilikinya.
3)
Totemisme
Totemisme
adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap suci dan dipuja karena
memiliki kekuatan supranatural. Hewan yang dianggap suci antara lain sapi,
ular, dan harimau. Hubungan antara manusia dengan hewan dapat berupa hubungan
permusuhan berdasarkan takut-menakuti dan ada pula hubungan baik, hubungan
persahabatan bahkan hubungan keturunan. Itulah sebabnya beberapa bangsa di
dunia terdapat kebiasaan menghormati binatang-binatang tertentu untuk dipuja.
NILAI-NILAI PENINGGALAN
BUDAYA MASA PRASEJARAH INDONESIA
Nilai-nilai
budaya masa prasejarah artinya, konsep-konsep umum tentang masalah-masalah
dasar yang sangat penting dan bernilai bagi kehidupan masyarakat prasejarah di
Indonesia.
Revolusi
kehidupan manusia dari food gathering ke food producing dapat dibuktikan dengan
adanya beberapa hal seperti yang dikemukakan oleh Dr. Brandes, seorang ahli
purbakala, yang mengemukakan bahwa sebelum kedatangan pengaruh Hindu-Budha,
telah terdapat 10 (sepuluh) unsur pokok dalam kehidupan asli masyarakat
Indonesia, yaitu :
1. Mengenal Astronomi (Ilmu perbintangan)
Masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu pengetahuan dan
memanfaatkan teknologi angin musim sebagai tenaga penggerak dalam aktivitas
pelayaran dan perdagangan.
Petunjuk
arah dalam pelayaran :
1) Bintang
Biduk Selatan & Bintang Pari :
Arah selatan
2) Bintang
Biduk Utara : Arah
utara
Petunjuk
dalam Pertanian :
Bintang
Waluku : Awal musim hujan
2. Kepandaian
bersawah
Sejak zaman Neolitikum bangsa Indonesia telah bertempat
tinggal tetap. Kehidupan demikian mendorong mereka untuk hidup sebagai food
producing. Pertanian yang awalnya dilakukan dengan sistem ladang, kemudian
menggunakan sistem sawah. Untuk itu tata pengaturan air (irigasi) sudah
dilakukan dengan membuat saluran atau bendungan.
3. Pengaturan masyarakat
Dari desa-desa kuno di
Indonesia dapat diketahui bahwa salah satu aturan yang dikenal adalah adanya
kehidupan yang demokratis, berkelompok, dan gotong royong. Cara pemilihan
pemimpin yaitu : primus inter pares. Maksudnya, yang menjadi pemimpin
adalah orang yang dianggap dapat melindungi masyarakat dari berbagai gangguan,
termasuk gangguan roh sehingga seorang pemimpin dianggap memiliki kesaktian
lebih.
4. Sistem Mocopat
Kepercayaan yang didasarkan
pada pembagian 4 penjuru arah mata angin, yaitu utara, selatan, barat, dan
timur. Sistem mocopat dikaitkan dengan pendirian beberapa bangunan inti yaitu;
pusat kota/istana di sebelah selatan, tempat ibadah di sebelah barat, pasar di
sebelah utara, penjara di sebelah timur, dan alun-alun di tengah-tengahnya.
5. Kesenian Wayang
Wayang dimainkan seorang Dalang. Awalnya merupakan suatu
ritual pemujaan yang menceritakan kisah nenek moyang. Kedatangan Hindhu ke
nusantara menyebabkan kisah nenek moyang digantikan kisah Ramayana dan
Mahabhrata. Fungsinya pun beralih sebagai pertunjukan, bukan lagi pemujaan.
6. Seni Gamelan
Gamelan merupakan seperangkat alat musik tradisional yang
dipakai untuk mengiringi pertunjukkan wayang. Beberapa alat gamelan adalah gong, bonang,
gambang, rebab, saron dan gendang.
7. Seni Membatik
Membatik merupakan kerajinan membuat gambar pada kain. Cara
menggambarnya menggunakan alat canting
yang diisi bahan cairan lilin (orang Jawa menyebutnya malam) yang telah
dipanaskan, lalu dilukiskan pada kain sesuai motifnya. Membatik termasuk kegiatan
religius, yaitu untuk menghormati nenek moyang.
8. Kemampuan berlayar
Pembawa kebudayaan Neolitikum masuk ke Indonesia ialah ras
bangsa Austronesia yang menjadi nenek moyang bangsa Indonesia. Mereka datang ke
Indonesia dengan menggunakan perahu bercadik. Kemampuan berlayar disertai
dengan pengetahuan astronomi, yakni pengetahuan tentang perbintangan. Satu ciri
perahu bangsa Indonesia adalah penggunaan cadik, yaitu alat dari bambu dan kayu
yang dipasang di kanan kiri perahu agar tidak mudah oleng.
9.
Aktivitas perdagangan
Barang-barang kehidupan yang dibuat di rumah atau hasil
panen mereka banyak, tetapi ada beberapa kebutuhan yang tidak dapat mereka
penuhi atau mereka tanam; maka mereka tukar menukar barang (barter). Dengan
demikian terjadilah perdagangan.
10. Seni Logam
Masyarakat
Indonesia telah lama mengetahui cara membuat peralatan dari logam. Mereka
menggunakan teknik a cire perdue dan
teknik bivalve. Pada zaman logam, usaha
kerajinan perundagian makin berkembang.