1. Periodesasi Berdasarkan Geologi
Periodesasi
masa prasejarah berdasarkan ilmu geologi ini dilakukan untuk mengetahui
terbentuknya bumi dari masa awal sampai seperti saat kini, melalui
lapisan-lapisan bumi. Berikut ini adalah penjabarannya.
a. Masa
Arkaikum (2.500 juta tahun yang lalu)
Masa
Arkaikum merupakan masa awal; artinya masa awal pembentukan bumi dari
inti sampai kulit bumi. Bumi masih berupa bola gas panas yang berputar pada
porosnya. Keadaan bumi tidak stabil dan belum ada tanda-tanda kehidupan.
b. Masa
Palaeozoikum/Zaman Primer (340 juta tahun yang lalu)
Palaeozoikum
artinya
adalah zaman bumi purba; maksudnya masa ketika pada permukaan bumi mulai
terbentuk hidrosfer dan atmosfer. Sudah ada tanda-tanda kehidupan dengan
munculnya organisme bersel tunggal yang kemudian berkembang menjadi organisme
bersel banyak.
Munculnya
kehidupan darat yang berasal dari air. Muncul tumbuhan dan hewan dan berkembang
pertama kalinya, termasuk tumbuhan paku, paku ekor kuda, amfibi, serangga, dan
reptilia. Zaman palaeozoikum dibagi menjadi 5 tahap kehidupan, yaitu tahap
Cambrium, Silur, Devon, Carbon, dan Perm.
c. Zaman
Mesozoikum/Zaman Sekunder (140 juta tahun yang lalu)
Disebut
juga zaman reptil/zaman dinosaurus. Pada zaman Mezoloikum ini bumi
mengalami perkembangan yang sangat cepat dengan ditandai munculnya hewan-hewan
bertubuh besar, seperti reptilia pemakan daging.
Jenis
reptilian meningkat jumlahnya, dinosaurus menguasai daratan, ichtiyosaurus
berburu di dalam lautan, dan pterosaurus merajai angkasa. Telah muncul
pula jenis hewan mamalia (hewan menyusui). Zaman Mezoloikum dibagi menjadi 3 tahap kehidupan, yakni
tahap Trias, Jura, dan Calcium.
d. Zaman
Neozoikum (60 juta tahun yang lalu)
Neozoikum
atau
kainozoikum artinya zaman baru. Zaman ini dibagi menjadi dua
1) Zaman
Tersier
Setelah zaman reptil raksasa
punah, terjadi perkembangan jenis kehidupan lain seperti munculnya primata dan
burung tak bergigi berukuran besar menyerupai burung unta. muncul pula fauna
laut seperti ikan dan moluska. Zaman tersier atau zaman ketiga dibagi menjadi
kala Eosen, Miosen, Oligosen, dan Pliosen.
2) Zaman
Kuarter
Zaman
Kuarter terdiri dari dua kurun waktu, yakni kala Plestosen dan kala Holosen.
a) Kala
Plestosen: dimulai sekitar 600.000 tahun yang lalu. Pada masa Plestosen
paling sedikit telah terjadi 5 kali zaman es (zaman glasial). Keadaan flora dan
fauna yang hidup pada Kala Plestosen mirip dengan flora dan fauna yang hidup
sekarang. Muncul manusia purba Pithecanthropus erectus.
b) Kala
Holosen: mulai muncul sekitar 200.000 tahun yang lalu. Manusia
modern seperti manusia sekarang, diperkirakan muncul pada kala Holosen ini.
2. Periodesasi Berdasarkan Arkeologi
a. Zaman Palaeolitikum
Zaman
Palaeolitikum artinya zaman batu tua, berlangsung kira-kira 600.000
tahun yang lalu. Zaman ini ditandai dengan penggunaan perkakas yang bentuknya
sangat sederhana dan primitif. Ciri-ciri kehidupan manusia pada zaman ini,
yaitu hidup berkelompok; tinggal di sekitar aliran sungai, gua, atau di atas
pohon; dan mengandalkan makanan dari alam dengan cara mengumpulkan (food
gathering) serta berburu. Manusia purba selalu berpindah-pindah dari satu
tempat ke tempat yang lain (nomaden).
Kebudayaan
Paleolitikum di Indonesia ditemukan di daerah Pacitan dan Ngandong, maka sering
disebut Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong.
1) Kebudayaan
Pacitan
Alat-alat
kebudayaan Pacitan ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1935. Di daerah
Pacitan banyak ditemukan alat-alat dari batu yang masih sangat kasar. Alat-alat
tersebut berbentuk kapak, yakni kapak perimbas (chooper), karena tidak memakai
tangkai maka disebut Kapak Genggam.
Alat
budaya Pacitan diperkirakan dari lapisan pleistosen tengah (lapisan Trinil).
Selain Kapak Genggam, juga dikenal jenis lain, yakni alat Serpih (flake),
digunakan untuk menguliti binatang buruan, mengiris daging dan memotong
ubi-ubian.
Daerah
penemuan lainnya yaitu; Sukabumi (Jawa Barat), Gombong (Jawa Tengah),
Tambangswawah (Bengkulu), Lahat (Sumatra Selatan), Kalianda (Lampung), Awang
Bangkal (Kalimantan Selatan), Cabenge (Sulawesi Selatan), Trunyan (Bali), Batu
Tring (Sumbawa), Maumere (Flores), dan Atambua (Timor). Pendukung kebudayaan
ini ialah Pithecantropus Erectus.
2) Kebudayaan
Ngandong
Daerah
Ngandong dan Sidorejo (dekat Ngawi, Madiun, Jawa Timur) didapatkan banyak
alat-alat dari tulang di samping kapak-kapak genggam dari batu. Alat-alat
Kebudayaan Ngandong ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1941 dan yang
banyak ditemukan alat-alat dari tulang (semacam alat penusuk = belati), dan
tanduk rusa terutama di gua Sampung.
Di
Ngandong juga ditemukan alat-alat kecil yang dinamakan "Flakes", yang
terbuat dari batu indah, seperti chalcedon. Jenis alat ini ditemukan di lapisan
pleistosen atas. Daerah penemuan lain yaitu; Sangiran (Jawa Tengah), dan
Cabenge (Sulawesi Selatan) Pendukung Kebudayan Ngandong adalah jenis manusia
purba Homo Soloensis dan Homo Wajakensis.
b.
Zaman Mesolitikum
Zaman
Mesolitikum artinya zaman batu madya (meso) atau pertengahan. Zaman ini
disebut pula zaman ”mengumpulkan makanan (food gathering) tingkat
lanjut”, Mereka tinggal di gua-gua di bawah bukit karang (abris souche roche),
tepi pantai, dan ceruk pegunungan.
Zaman
Mesolitikum dibagi menjadi 3 kelompok
budaya, yaitu :
1) Flakes
Culture/Kebudayaan Toala
Flakes
adalah alat serpih, yaitu berupa alat yang terbuat dari batu dan berbentuk
kecil-kecil. Dibentuk dengan cara membelah batu besar hingga menjadi serpihan
yang kemudian dijadikan alat. Merupakan hasil penelitian Fritz Sarasin dan Paul
Sarasin antara tahun 1893-1896. Banyak ditemukan di Punung dan Ngandong (Jawa
Timur), Sangiran dan Gombong (Jawa Tengah); Budaya Toalian (Sulawesi),
Mengeruda (Flores), juga di Sangadat dan Wilayah Gasi Liu (Timor).
2) Pebble
Culture/Kebudayaan Kapak Sumatera
Pebble
adalah peralatan berupa kapak genggam, antara lain kapak Sumatra, kapak pendek
(hanche courte), batu penggiling dan pisau. Pebble culture banyak ditemukan di
pesisir Sumatra, yang diteliti oleh Callenfels pada tahun 1925 dan merupakan
hasil pengaruh dari kebudayaan Bacson-Hoabinh, Indocina.
3) Bone
Culture/Kebudayaan Tulang Sampung
Bone
culture yaitu alat-alat
kebudayaan yang berupa tulang-belulang. Banyak ditemukan di goa lawa di Sampung
(daerah Ponorogo), di Besuki, dan di Bojonegoro. Peralatan tersebut ditemukan
bersama abris sous rosche.
Merupakan hasil penelitian Callenfels antara tahun 1928-1931.
Zaman
Mesolitikum merupakan masa peralihan
dari kehidupan berburu dan meramu ke kehidupan menetap dan bercocok tanam.
Peninggalan lainnya, yaitu :
1) Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger
(sampah-sampah dapur) Istilah ini berasal dari bahasa Denmark (kjokken = dapur,
modding = sampah). Penemuan kjokkenmoddinger yang ada di pesisir pantai
Sumatera Timur menunjukkan telah adanya penduduk yang menetap di pesisir
pantai.
Hidup
mereka mengandalkan dari siput dan kerang. Siput-siput dan kerang-kerang itu
dimakan dan kulitnya dibuang di suatu tempat. Selama bertahun-tahun, ratusan
tahun, atau ribuan tahun, bertumpuklah kulit siput dan kerang itu menyerupai
bukit. Bukit kerang inilah yang disebut kjokkenmoddinger.
2) Abris
Sous Rosche
Abris
sous rosche, yaitu tempat berupa gua-gua yang menyerupai
ceruk-ceruk di dalam batu karang. Digunakan sebagai tempat tinggal manusia
purba yang hidup di dekat laut. Tempat ditemukannya abris sous rosche, antara
lain Gua Lawa di Ponorogo, Bojonegoro,dan Lamoncong (Sulawesi Selatan).
c.
Zaman Neolitikum
Zaman
Neolitikum artinya zaman batu muda. cara food gathering menjadi food
producting, yaitu dengan cara bercocok tanam dan memelihara ternak. Ciri
penting yang lain adalah pemakaian peralatan yang sudah diasah halus.
Berdasarkan
peralatannya, Zaman Neolitikum dibagi menjadi 2 kebudayaan, yaitu :
1) Kebudayaan
Kapak Persegi
Berasal
dari Asia daratan yang menyebar ke Indonesia melalui jalur barat yaitu melalui
Malaka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Kapak persegi
yang kecil berfungsi sebagai kapak, sedangkan yang besar berfungsi sebagai
cangkul. Banyak ditemukan di Lahat (Palembang), Bogor, Sukabumi, Purwakarta,
Karawang, Tasikmalaya, Banyuwangi, dan Pacitan. Pendukung budaya ini adalah
bangsa Proto Melayu.
2) Kebudayaan
Kapak Lonjong
Ukuran
kapak lonjong ada yang kecil dan besar. Sering disebut dengan istilah Neolith
Papua, karena sebagian besar ditemukan di Papua. Umumnya terbuat dari batu kali
yang berwarna kehitam-hitaman dan dibuat dengan cara diupam hingga halus. Kapak
Lonjong yang besar disebut Walzenbeil,
sedangkan yang kecil disebut Kleinbeil.
Selain di Papua, juga ditemukan di Flores, kepulauan Tanimbar, Leti (Maluku),
dan Sangihe Talaud (Sulawesi Utara).
d.
Zaman Megalitikum
Zaman
Megalitikum artinya zaman batu besar. Pada zaman ini manusia sudah mengenal
kepercayaan animisme dan dinamisme. Peninggalan yang bersifat
rohaniah bentuk bangunan sebagai berikut :
1) Menhir; merupakan tugu batu
yang tegak sebagai tempat pemujaan terhadap arwah leluhur. Menhir ini banyak
ditemukan di Sulawesi Tengah, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sumatra Selatan, dan Bali.
2) Sarkofagus;
adalah peti jenazah yang bentuknya seperti palung atau lesung, tetapi mempunyai
tutup dan terbuat dari batu bulat (batu tunggal). Sarkofagus ini banyak
ditemukan di daerah Bali.
3) Dolmen; adalah meja batu
tempat meletakkan sesaji yang akan dipersembahkan kepada arwah nenek moyang. Di
bawah dolmen terkadang ditemukan kubur batu.
4) Kubur batu; adalah
peti jenazah yang dipendam dalam tanah berbentuk persegi panjang yang tiap
sisinya terbuat dari batu pipih (seperti liang kubur). Kuburan batu ini banyak
ditemukan di daerah Kuningan, Jawa Barat, dan Nusa Tengggara.
5) Waruga; adalah kuburan batu
yang berbentuk kubus atau bulat, terbuat dari batu yang utuh. Waruga ini banyak
ditemukan di Sulawesi Utara dan Tengah.
6) Punden berundak-undak;
adalah bangunan suci tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang dibuat
dalam bentuk bertingkat-tingkat atau berundak-undak. Bangunan ini banyak
ditemukan di daerah Lebak Si Bedug, Kuningan, Garut, dan Banten Selatan.
7) Arca; pada masa
Megalitikum terbuat dari batu, biasanya berbentuk sosok hewan dan manusia.
Jenis hewan yang sering dibentuk adalah gajah, kerbau, harimau, monyet. Arca
batu ini banyak terdapat di Sumatera selatan, Lampung, Jawa Tengah dan Timur.
e. Zaman Logam
Pada
zaman ini manusia telah pandai membuat perkakas yang dibuat dari logam. Mereka
kemudian menggunakan perkakas tersebut sebagai bagian dalam hidupnya.
Kebudayaan logam terdiri dari kebudayaan tembaga, perunggu, dan besi.
1) Zaman
tembaga
Zaman
ini hanya dikenal oleh beberapa Negara saja. Indonesia tidak mengalami zaman
tembaga, sehingga dari zaman neolithikum berlanjut ke zaman perunggu.
2) Zaman
perunggu
Perunggu
merupakan logam campuran antara tembaga dengan timah. Benda-benda yang dibuat
pada zaman perunggu ini tidak hanya sebagai perkakas kehidupan, tetapi ada yang
berfungsi sebagai alat kelengkapan upacara/ritual. Berikut beberapa benda
peninggalan zaman perunggu :
a) Bejana
Bentuknya
seperti gitar Spanyol tetapi tanpa tangkai. Pola hiasan berupa anyaman dan
huruf L. Ditemukan di Madura dan di tepi Danau Kerinci, Sumatera.
b) Nekara
Nekara
ialah semacam genderang dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan
sisi atasnya tertutup, jadi kira-kira sama dengan dandang yang ditelungkupkan.
Berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk memohon turun hujan dan sebagai
genderang perang; Nekara perunggu banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, Bali,
Pulau Sangean dekat Sumbawa, Pulau Roti, Leti, Maluku, Selayar, Alor, dan
Kepulauan Kei, Papua. Nekara yang kecil dan memanjang disebut Moko.
c) Kapak
corong
Disebut
kapak corong karena bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah,
terbuat dari logam. Ke dalam corong itu dimasukkan tangkai kayunya yang menyiku
pada bidang kapak. disebut juga kapak sepatu, karena hampir mirip dengan sepatu
bentuknya. Banyak ditemukan di Sumatra Selatan, Bali, Sulawesi Tengah dan
Selatan, pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani, Papua.
d) Arca
Arca
Perunggu yang ditemukan berupa arca yang menggambarkan orang yang sedang
menari, berdiri, naik kuda, dan ada yang sedang memegang panah. ditemukan di
Bangkinang (Provinsi Riau), Lumajang, Palembang, dan Bogor.
e) Perhiasan
Hiasan
yang ditemukan berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, dan bandul
kalung. Benda-benda
itu ditemukan di Bogor, Bali, dan Malang.
3) Zaman
besi
Pada
masa ini, alat-alat kehidupan manusia sudah meningkat lagi, disamping dibuat
dari tembaga dan perunggu banyak sudah yang terbuat dari besi. Manusia telah
dapat melebur biji-biji besi dalam bentuk alat-alat yang sesuai dengan
kebutuhannya, seperti mata kapak, mata pisau, tombak, pedang, cangkul dan
sebagainya. Tempat penemuannya di Gunung Kidul, Yogyakarta.
B.
KEHIDUPAN MANUSIA PURBA DI INDONESIA
1. Jenis Manusia Purba di Indonesia
a. Meganthropus Paleojavanicus
Hidup
pada masa paleolitikum. Meganthropus paleojavanicus artinya manusia-Jawa
purba yang bertubuh besar (mega). Fosil rahang bawah dan rahang atas manusia
purba ini ditemukan oleh G.H.R. Von
Koenigswald di Sangiran, pada tahun 1941. Mereka diperkirakan hidup sekitar
1–2 juta tahun yang lalu.
Meganthropus ini memiliki rahang bawah yang
tegap dan geraham yang besar, tulang pipi tebal, tidak punya dagu, tonjolan
kening yang mencolok, tonjolan belakang kepala yang tajam serta sendi-sendi
yang besar, dan perawakan yang tegap. Tinggi badannya sekitar 165-180 cm,
volume otaknya sekitar 750-1.350 cc. Meganthropus ini diperkirakan pemakan buah
dan tumbuh-tumbuhan.
b. Pithecanthropus
Pithecanthropus
artinya Manusia kera. Diperkirakan hidup di zaman Paleolitikum, sekitar
700.000 tahun yang lalu. Memiliki ciri-ciri tinggi badan antara 165-180 cm,
volume otak antara 750-1300 cc dan bobot badan antara 80-100 kg.
Di
Indonesia terdapat beberapa jenis manusia kera (Pithecanthropus) yaitu :
1) Pithecanthropus
Erectus, artinya manusia kera yang berjalan tegak. Fosil ini
pertama kali ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891 di daerah
Trinil (Ngawi) dan Kedungbrubus (Madiun).
2) Pithecanthropus
Mojokertensis atau manusia kera dari Mojokerto, fosilnya
ditemukan di daerah Perning, Mojokerto, pada 1936 oleh Von Keonigswald.
3) Pithecanthropus
Robustus atau manusia kera yang kuat dan berahang besar, fosilnya
ditemukan di Sangiran tahun 1939 oleh Weidenreich.
4) Pithecanthropus
Soloensis atau manusia kera dari Solo, ditemukan di daerah
Ngandong, di tepi Sungai Bengawan Solo, antara tahun 1931-1934 oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan Von Keonigswald.
c.
Homo
Homo
artinya manusia. Hidup pada masa pleistosen atas sampai masa holosen sekitar
18.000 – 40.000 tahun yang lalu. Secara umum, mirip dengan manusia sekarang,
yakni memiliki ciri volume otak antara 1.350-1.450 cc, bobot tubuh antara
30-150 kg dan tingginya antara 100-210 cm, tonjolan kening berkurang dan sudah
berdagu.
Di
Indonesia terdapat beberapa jenis Homo, yaitu :
1) Homo Wajakensis
atau manusia dari Wajak. Fosilnya ditemukan di daerah Wajak dekat Tulungagung
(Jawa Timur) oleh Van Rietschoten pada tahun 1889. Fosil ini kemudian
diteliti ulang oleh Eugene Dubois.
2) Homo Soloensis
atau manusia dari Solo. Fosil ditemukan di lembah Sungai Bengawan Solo di dekat
Desa Ngandong, oleh C. Ter Haar dan Ir. Oppenoorth tahun 1931-1933, kemudian
diteliti oleh Von Keonigswald dan
Weidenrich.
3) Homo Floresiensis atau
manusia dari Flores. Fosilnya ditemukan di Gua Liang Bua, Manggarai, Pulau
Flores, NTT, oleh seorang Pastor bernama Verhoeven
tahun 1965. Baru dipublikasikan tahun 2004.
4) Homo Sapiens atau
manusia cerdas. Fosilnya ditemukan di Wajak, Tulungagung, oleh Van
Rietschoten pada tahun 1892. Diperkirakan hidup dari zaman
Holosen/Alluvium, sekitar 20.000 tahun yang lalu. Homo sapiens dianggap sebagai jenis manusia yang menurunkan 3 ras
besar dunia yakni, Ras Mongoloid, Ras Kaukasoid, dan Ras Negroid.