Saturday, December 26, 2020

Gerak Sejarah

 

1.   Soal-soal Teori di Dalam Sejarah

Ilmu sejarah menyelidiki arti-tujuan sejarah, gerak sejarah, isi, bentuk, makna, tafsiran dan sebagainya. Hal-hal diatas dapat disebut Sejarah serba teori, karena ilmu itu menyelidiki dasar-dasar pengertian sejarah. Secara singkat, dapat di rumuskan sejarah serba teori meliputi bidang-bidang teori seperti :

a.    Teori tentang sumber-sumber

b.   Teori tentang Cara-cara penelitian sumber-sumber

c.    Teori tentang Rekonstruksi fakta-fakta

d.   Teori tentang Cara dan penafsiran rekonstruksi fakta

e.    Teori tentang Penyusunan pengertian-pengertian serba sejarah sebagai sendi-sendi serta isi mutlak ilmu sejarah

f.     Teori tentang Metode-metode ilmiah yang digunakan dalam ilmu sejarah

g.   Teori tentang Pemikiran tentang sejarah serba objek (arti, gerak, tujuan, makna sejarah)

h.   Teori tentang Penempatan manusia didalam sejarah dan penentuan sejarahsebagai sifat asasi manusia

i.     Teori tentang Penulisan sejarah atau sejarah serba subjek

j.     Teori tentang Sejarah penulisan sejarah

k.   Teori tentang Kualifikasi sejarah sebagai ilmu, sebagai filsafat, dan sebagainya

 

2.   Siapakah Yang Menentukan Sejarah ?

           Cerita sejarah melukiskan segala sesuatu dengan bersahaja, yakni tidak menyebutkan mengenai sebab mutlak atau sebab yang pasti. Hanya rangkaian peristiwa yang saling dihubungkan dengan sangkut-pautnya. Sebagai contoh, Suku Bangsa Tartar Mancu telah menaklukkan Tiongkok dengan cara yang mudah dan mengagumkan.

 

           Timbullah Tanya : gerakan sejarah seperti dilaksanakan oleh bangsa Mancu dan Tiongkok disebaban oleh siapakah? manusia sendiri atau kekuatan diluar manusia? Apa peristiwa itu berlangsung dengan serba kebetulan saja? Mungkinkah itu memang nasib mereka?

 

           Menurut Sanusi Pane, peristiwa tadi didasarkan atas kepercayaan kepada Tuhan. Sumber tenaga dan sebab gerak sejarah baginya ialah Tuhan. Menurut Tan Malaka, gerak sejarah berpangkal pada sebab yang nyata yang merusakkan dan memperbaiki penghidupannya, yaitu ekonomi atau kekuatan-kekuatan produksi.

 

3.   Pengertian-pengertian Dasar Tentang Gerak Sejarah

a.       Menurut Hukum Fatum

           Pada dasarnya alam raya sama dengan alam kecil yaitu manusia. Makro kosmos sama dengan mikro kosmos. Kosmos menunjukkan bahwa alam itu teratur dan di alam itu hukum alam berkuasa. Kosmos bukan Chaos atau kekacauan. Alam raya dan alam manusia dikuasai oleh nasib, yaitu suatu kekuatan gaib yang menguasai makrokosmos-mikrokosmos.

 

           Hukum alam yang menjadi dasar dari segala hokum kosmos ialah ialah Hukum Cyclus (siklus). Setiap kejadian, setiap peristiwa akan terjadi lagi dan terulang lagi. Arti hukum siklus adalah bahwa setiap peristiwa tentu berulang. Hukum Siklus di Indonesia disebut Cakra Manggiling yaitu Cakram Berputar. Arti Cakra Manggiling adalah bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari Cakram itu dan bahwa segala peristiwa berlangsung dengan pasti.

 

           Nasib atau Fatum bagi alam Yunani merupakan kekuatan tunggal yang tak dikenal dan tak perlu dikenal. Penggerak kosmos diterima pemberiannya dengan gembira : amor fati.

 

b.      Paham Santo Augustinus

                 Santo Augustinus menghimpun suatu teori sejarah berdasarkan Fiat Voluntas tua. Gerak sejarah dunia diibaratkan riwayat hidup manusia. Tujuan gerak sejarah ialah terwujudnya kehendak tuhan yaitu Civitas Dei atau Kerajaan Tuhan. Masa sejarah adalah masa percobaan dan masa ujian bagi manusia. Kehendak Tuhan harus diterima dengan rela dan ikhlas karena manusia tidak dapat lepas dari kodrat illahi. Tuhan adalah cermin atau hikmah untuk mengetahui kodrat illahi. Jaman yang akan dating adalah medan perjuangan untuk mendapat tempat di Civitas Dei.

 

c.       Pendapat Ibn Khaldun tentang Sejarah

                 Ibn Khaldun ialah seorang sarjana Arab yang disebut sebagai ahli teori ilmu sejarah yang pertama. Menurutnya, sejarah adalah ilmu berdasarkan kenyataan. Tujuan sejarah ialah agar manusia sadar akan perubahan-perubahan masyarakat sebagai usaha penyempurnaan peri kehidupannya.

 

                 Ibn Khaldun menunjukkan perubahan yang terjadi dalam masyarakat karena kodrat Tuhan, yang ada dalam masyarakat yakni Naluri untuk berubah. Karena adanya perubahan, baik berupa revolusi, pemberontakan, pergantian adat dan sebagainya, masyarakat dan Negara mengalami kemajuan. Ibn Khaldun mengemukakan perubahan sebagai dasar kemajuan.

 

Teori Ibn Khaldun mengemukakan bahwa sejarah itu menuju ke arah timbulnya beraneka warna masyarakat, Negara dan manusianya serta mendidik manusia menjadi pejuang. Puncak gerak sejarah ialah umat manusia bahagia dengan beraneka masyarakat, Negara dan kesatuan hidup lainnya yang sempurna.

 

d.      Renaissance dan Akibatnya

Kegiatan para ahli filsafat di jaman Renaissance membuat pengaruh gereja berkurang sehingga perhatian manusia beralih lebih ke dunia fana. Kepercayaan diri semakin bertambah dan menimbulkan semangat otonom. Semangat otonom mendorong manusia ke arah pengertian tentang kehendak Tuhan. Sumber gerak sejarah tidak dicari diluar pribadinya, tetapi dicari di dalam diri sendiri. Hubungan dengan kosmos diputuskan, ikatan dengan Tuhan ditiadakan dan manusia berdiri sendiri : Otonom.

 

Gerak sejarah dipangkalkan kepada kemajuan, yaitu keharusan yang memaksa segala sesuatu untuk maju. Di jaman Yunani manusia dikenai pula keharusan  kadar, ia tidak dapat menyimpang dari kodratnya. Lingkaran Cakra Manggiling diterobos dan gerak sejarah tidak berputar-putar lagi tetapi maju menurut garis lurus yang tiada akhir. Sejarah ialah medan perjuangan manusia dan ceria sejarah dalah epos perjuangan mencapai kemajuan. Gerak sejarah tidak menuju ke akhirat tetapi ke arah kemajuan duniawi.

 

Muncul paham Historical-materialism yang menyatakan gerak sejarah ditentukan oleh cara menghasilkan barang (produksi). Gerak sejarah berjalan dengan pasti menuju masyarakat yang tidak mengenal pertentangan kelas. Tujuan sejarah ialah menciptakan kebahagiaan untuk setiap manusia. Semua perubahan terjadi tanpa persetujuan manusia, ia hanya dapat mempercepat jalan gerak sejarah tanpa mampu mengubah atau menahannya. Gerak sejarah tidak memerlukan Tuhan, tidak perlu Fatum dan tidak butuh manusia agar terlaksana.

 

e.       Tafsiran sejarah menurut Oswald Spengler

Oswald Spengler menyatakan bahwa kehidupan sebuah kebudayaan sama dengan kehidupan tumbu-tumbuhan, kehidupan hewan dan kehidupan manusia. Kebudayaan ialah wujud dari seluruh kehidupan manusia. Kebudayaan semuanya mengalami masa lahir – muda – dewasa – tua – mati. Spengler juga menyatakan perbedaan anatara Kultur dan Zivilisation. Kultur ialah kebudayaan yang masih hidup, dapat tumbuh serta berkembang. Zivilisation Adalah kebudayaan yang sudah tidak dapat tumbuh dan berkembang lagi, sudah mati.

 

Gerak sejarah tidak bertujuan sesuatu kecuali melahirkan, membesarkan, mengembangkan, meruntuhkan kerajaan. Mempelajari sejarah tujuannya ialah untuk mengetahui tingkat suatu kebudayaan seperti seorang dokter menentukan sifat penyakit seorang penderita.

 

f.        Tafsiran Arnold J. Toynbee

Menyimpulkan bahwa dalam gerak sejarah tidak terdapat hokum tertentu yang menguasai dan mengatur timbul-tenggelam kebudayaan dengan pasti. Kebudayaan terjadi karena tantangan dan jawaban antara manusia dengan alam sekitarnya. Tantangan alam akan menimbulakan kebudayaan yang digerakkan oleh sejumlah kecil pemilik kebudayaan (minority).

 

 Jika minority lemah, maka akan terjadi kemerosotan, kehancuran dan lenyapnya kebudayaan. Usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kebudayaan misalnya penggantian norma-norma kebudayaan dengan norma-norma ketuhanan. Dengan demikian tampak bahwa tujuan gerak sejarah ialah kehidupan ketuhanan atau kerajaan tuhan.

 

g.      Teori Pitirim Sorokin

Menyatakan bahwa para ahli sejarah terdahulu membuat teori yang tidak menghargai kenyataan sejarah. Ia megemukakan bahwa di dalam alam kebudayaan terdapat masyarakat dan aliran kebudayaan yang memiliki tiga corak yaitu Ideational (mengenai rohani/kepercayaan), sensate (mengenai jasmaniah) dan perpaduan Ideational-sensate. Ketiga jenis corak tersebut adalah cara untuk menghargai nilai suatu kebudayaan.

 

Gerak sejarah tidak menunjukkan irama dan gaya yang tetap. Sorokoin dalam menafsirkan gerak sejarah tidak mencari pangkal atau muara gerak sejarah, ia hanya melukiskan proses atau jalannya karena itulah yang menunjukkan sifat-sifatnya.

 

4.      Sifat Gerak Sejarah

a.     Tanpa arah tujuan, Terdapat dalam alam pikiran Yunani berdasarkan hukum fatum yang kemudian diperluas oleh O. Spengler yaitu gerak sejarah berputar, berulang dan tidak menghasilkan sesuatu yang baru.

b.  Pelaksanaan kehendak Tuhan, Gerak sejarah ditentukan oleh Tuhan dan menuju ke arah kesempurnaan manusia menurut kehendak Tuhan. Manusia hanya menerima ketentuan itu dan tidak dapat mengubah nasibnya.

c.   Ihtiar, Usaha dan perjuangan manusia dapat menghasilkan perubahan dalam nasib yang sudah ditentukan Tuhan. Jadi gerak sejarah merupakan perseimbangan antara kehendak tuhan dengan usaha manusia.

d.     Evolusi, Dengan semangat berjuang yang meluap dan bergelora serta dengan  pengetahuan yang luas, gerak sejarah membawa manusia naik setingkat demi setingkat ke arah kemajuan yang tidak terbatas.

e.       Historical-materialism, tujuan gerak sejarah ialah masyarakat tanpa kelas.

f.       Reaksi terhadap paham evolusi menghasilkan beberapa aliran baru, yaitu aliran menuju ketuhanan (gerak sejarah akan mencapai masa bahagia jika manusia menerima kehendak Tuhan), aliran irama-gerak sejarah (gerak sejarah hanya menunjukkan datang-lenyapnya corak) dan aliran kemanusiaan (manusialah yang paling penting).

 

            Dengan demikian gerak sejarah ialah perjuangan manusia untuk mencapai kemajuan yang setinggi mungkin. Gerak sejarah menurut Sorokin seolah-olah meanis tanpa hajat manusia, naik-turun seperti gelombang samudera. Menurut paham serba kemanusiaan, gerak sejarah adalah gerak manusia berjuang untuk menentuan nasib berdasrkan kemungkinan yang ada. Sifat optimistis dalam tafsiran gerak sejarah penting sekali di masa pembangunan.

 

            Manusia tidak dapat di pisahkan dari sejarah. Sejarah tanpa manusia adalah khayal. Jika manusia dipisahkan dari sejarah, maka ia bukan manusia sejati karena sejarah adalah pengalaman manusia. Peranan manusia dalam sejarah ialah sebagai pencipta sejarah.

           

Friday, November 27, 2020

Sejarah Berdirinya Kota Padang

 

Kota Padang adalah salah satu kota tertua di pantai barat Sumatera. Menurut sumber sejarah pada awalnya (sebelum abad ke-17) Kota Padang dihuni oleh para nelayan, petani garam dan pedagang. Ketika itu Padang belum begitu penting karena arus perdagangan orang Minang mengarah ke pantai timur melalui sungai-sungai besar.

 

Namun sejak Selat Malaka tidak lagi aman dari persaingan dagang yang keras oleh bangsa asing serta banyaknya peperangan dan pembajakan, maka arus perdagangan berpindah ke pantai barat Pulau Sumatera. Sampai saat ini Kota Padang masih terus berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Orang-orang Padang atau Minang dikenal telah terlatih untuk bekerja keras sejak dulu..

 

A. Awal mula munculnya Kota Padang

Terdapat 2 buah versi mengenai sejarah berdirinya kota Padang, yaitu: versi Tambo dan versi Hofman seorang opperkoopman di Padang pada tahun 1710 dan juga pengarang mengenai adat dan sejarah Minangkabau (terutama adat matrilineal).

 

Opperkoopman sebutan pada wakil Belanda untuk suatu daerah yang belum ditaklukkan Belanda. Kota Padang belum ditaklukkan saat itu sedangkan untuk daerah jajahan Belanda seperti Ambon, Banda, Ternate dan Jawa penguasanya dinamakan Gubernur.

 

Kota Padang menurut Hofman, dinamakan Padang karena dulu merupakan lapangan besar dan luas yang dikelilingi oleh pegunungan tinggi. Pada awalnya tempat bermukim para penangkap ikan, pedagang dan petani garam yang dikepalai oleh seorang makhudun. Orang kedua yang menjadi kepala adalah dari golongan agama dari Passai yang bergelar Sangguno Dirajo.

 

Suatu saat terjadi peperangan antara orang padang dengan orang pegunungan dari XIII-Koto karena terbunuhnya Serpajaya oleh anak buah makhudun yang bernama Campang Cina. Dalam serbuannya yang pertama orang-orang dari XIII-Koto dapat dikalahkan dengan korban sebanyak 30 orang. Karena takut akan serangan besar berikutnya, orang Padang mengirim utusan untuk berdamai yang bernama Datuk Bandaro Pagagar bersama wakil rakyat kota Padang. Ganti rugi yang diminta orang XIII-Koto adalah emas. Orang Padang keberatan dengan ganti rugi ini karena terlalu mahal dan mereka kebanyakan adalah nelayan.

 

Oleh karena itu ditawarkan separuh kota Padang dan bersumpah setia untuk tunduk kepada XIII-Koto, sejak saat itu orang XIII-Koto memiliki hak yang sama dengan orang Padang dan mendapat 4 dari 8 kursi penghulu di kota Padang.

 

Menurut versi Tambo, jauh sebelum orang pegunungan mendiami kota Padang sekarang, daerah itu merupakan hutan lebat yang masih didiami oleh manusia liar (urang rupit dan urang tirau).

 

Orang pertama yang turun ke Padang adalah dari Kubuang Tigo Baleh (Solok) yang dipimpin oleh Maharajo Besar suku Caniago Mandaliko dan memilih tinggal di Binuang dan kemudian menyebar diantara Muaro sampai Ikua Anduriang (Pauh IX). Kelompok kedua yang datang adalah orang dari Siamek Baleh (antara Singkarak dan Solok) dan disusul dengan orang dari Kurai Banuampu (Agam). Mereka menetap dibagian timur daerah Maharajo Besar.

 

Diantara pemimpin yang baru datang ini adalah Datuk Paduko Amat dari suku Caniago Simagek, Datuk Saripado Marajo dari suku Caniago Mandaliko, Datuk Sangguno Dirajo dari suku Koto beserta saudaranya Datuk Patih Karsani. Konon Datuk Patih Karsani ditempat yang baru banyak mendapat benda berharga seperti porselen, pisau, meriam kecil dan sebuah pedang (padang). Maka menurut yang mempunyai cerita dinamakanlah kota itu Kota Padang.

 

Tanggal 7 Agustus 1669 secara resmi dianggap sebagai hari jadi kota Padang yang merupakan ibukota provinsi Sumatera Barat. Tahun 1669 dipakai sebagai hari jadi kota Padang karena pada tahun itu terjadi penyerangan besar-besar dari rakyat kota Pauh pada Belanda. Serangan kedua yang dilancarkan pada tahun 1670.

 

Tanggal 7 Agustus 1669, saat serangan pertama dijadikan sebagai hari jadi kota Padang karena tiga hal yaitu: Loji VOC dianggap simbol kekuasaan asing di Minangkabau, serangan itu semata-mata tidak hanya dilakukan oleh rakyat kota Pauh tetapi juga dibantu oleh sekelompok rakyat dalam kota Padang dan serangan tahun 1669 itu dilakukan setelah VOC resmi mengakui kedaulatan atas kota-kota yang diduduki Belanda sepanjang pantai Minangkabau dipegang oleh Yang Dipertuan di Pagaruyung sedangkan wakil VOC di kota Padang bertindak hanya sebagai pemerintah saja.

 

Selama serangan tanggal 7 Agustus malam tersebut, Belanda mengalami kerugian sebesar 20.000 gulden dan disebut seorang bernama Berbangso Rajo dari Minangkabau sebagai otak dari serangan tersebut. Pada tahun 1906, Padang resmi ditetapkan oleh Belanda sebagai pemerintahan (gemeente) yang diketuai Residen.

 

Setelah Proklamasi 1945, daerah ini sah berstatus kotapraja, kemudian meningkat menjadi Daerah Tingkat II (1965) dan oleh Pemerintah Indonesia Padang dijadikan ibukota provinsi Sumatera Barat berdasarkan UU. No. 5 tahun 1974.

 

B. Bangsa Asing di Kota Padang

Bangsa Belanda

Belanda telah datang ke pesisir pantai Sumatera Barat sejak abad 15 untuk mencari sumber emas dan lada karena Belanda enggan membeli dari Kerajaan Aceh maupun Kerajaan Johor yang menguasai perdagangan di selat Malaka.

 

Belanda umumnya singgah di Indrapura, Tiku, Pariaman dan Pasaman namun banyak kali gagal untuk membeli lada ataupun emas karena orang-orang Minang lebih senang menjualnya ke Kerajaan Aceh atau kepada pedagang Inggris.

 

Pada tahun 1660, Belanda pernah berkeinginan untuk memindahkan kantor perwakilan mereka dari Aceh ke Kota Padang dengan alasan lokasi dan udara yang lebih baik namun keinginan ini ditolak oleh penguasa kota Padang hingga akhirnya mereka berkantor di Salido.

 

Perjanjian Painan pada tahun 1663 yang diprakarsai oleh Groenewegen yang membuka pintu bagi Belanda untuk mendirikan loji di kota Padang, selain kantor perwakilan mereka di Tiku dan Pariaman. Dengan alasan keamaman kantor perwakilan di kota Padang dipindahkan ke pulau Cingkuk hingga pada tahun 1667 dipindahkan lagi ke kota Padang. Bangunan itu terbakar pada tahun 1669 dan dibangun kembali setahun kemudian.

 

Sejak perjanjian Painan, perdagangan lada di Kota Padang berangsur-angsur dikuasai Belanda apalagi sejak tahun 1666 dimana kekuasaan kerajaan Aceh di kota Padang yang sudah berlangsung sejak abad ke 16 secara resmi berakhir di Sumatera Barat karena diserbu Belanda selama 3 bulan maka Belanda praktis memonopoli semua perdagangan lada dan emas yang melalui kota Padang.

 

Pada bulan Agustus 1666, Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Verspreet yang terdiri dari 300 pasukan Belanda, 130 orang Bugis pimpinan Aru Palaka dan 100 orang Ambon dibawah Kapten Yonker berangkat dari Batavia ke kota Padang untuk memulai peperangan dengan Kerajaan Aceh.

 

Perang yang dimulai tanggal 14 September 1666 dan berakhir tanggal 3 November 1666 berhasil mengusir orang-orang Aceh dengan bantuan sekitar 800 - 1000 orang kota Padang dibawah Orang Kayo Kecil atau Kaciak dari suku Massiang.

 

Bangsa Inggris

Tahun 1683, kapal Inggris (bukan dari EIC) singgah ke kota Padang untuk membeli lada tetapi gagal. Pada bulan Februari 1686, kapal Inggris Royal James dengan 100 tentara datang ke Kota Padang . Namun sayang hampir semuanya meninggal karena penyakit.

 

Pada tahun 1793, Inggris mengambil alih kota Padang membuat benteng pertahanan di kota Padang. Inggris mengembalikan kota Padang ke Belanda pada tahun 1819 sebagai akibat dari Perang Napoleon.

 

Raffles datang ke kota Padang pada tahun 1818 dengan cita-citanya untuk membangun kembali Kerajaan Minangkabau. Pada tahun 1867, lima buah kapal Inggris datang ke kota Padang untuk membeli lada namun penduduk lokal tidak mau menjual lada karena terikat perjanjian dengan Belanda.

 

Bangsa Perancis

Jauh sebelum Le Meme, Bajak Laut Perancis datang ke Padang, seorang laksamana Perancis bernama Montmorency pernah datang ke Sumatera Barat dan kemudian juga seorang laksamana d’Estaing. Mereka datang untuk menduduki bekas jajahan Inggris di pantai barat Sumatera seperti Tapanuli, Natal, Bengkulu, Padang dan kota kota kecil diselatan kota Padang. Hal ini terjadi sebagai akibat perang antara Inggris dan Perancis di anak benua India.

 

C. Koran Pertama Kota Padang

Sumatera Courant merupakan surat kabar pertama yang terbit di kota Padang, surat kabar ini berbahasa Belanda dan terbit seminggu sekali, kebanyakan berita berisi peristiwa lokal dan cerita. Tidak diketahui tahun penerbitan edisi pertamanya tetapi perusahaannya berdiri tahun 1859. Arsip tertua dari Sumatera Courant yang tersimpan di Perpustakaan Museum Nasional Jakarta bertahun 1863.

 

Tahun 1864 terbit sebuah surat kabar di kota Padang yang berbahasa Melayu dengan nama Bintang Timur yang hanya seumur jagung. Pemiliknya adalah seorang Belanda bernama Van Zadellhoft, pemilik toko buku di kota Padang. Bintang Timur memiliki Oplah 400 eksemplar dan terbit setiap hari Rabu jam 14.00 dan harus diambil sendiri oleh pelanggan kepercetakannya.

 

Pada tahun 1871 terbit sebuah surat kabar berbahasa Melayu kedua di kota Padang. Antara tahun 1870-an dan 1880-an surat kabar yang terbit mulai memasukan syair, pantun, cerita pendek, pelajaran bahasa Melayu dan semacam kamus bahasa kecil sebagai strategi marketing mereka.

 

Strategi yang berhasil ini kemudian banyak ditiru daerah lain disekitar Sumatera Barat. Pada tahun 1901, Datuk Sutan Marajo menerbitkan dan memimpin sendiri sebuah surat kabar yang diberinya nama Warta Berita yang merupakan surat kabar pertama di Indonesia.

 

D. Serangan Bajak Laut ke Padang

Le Meme lahir di Saint Malo, Bretagne di pantai barat Perancis yang sejak kecil bercita-cita menjadi bajak laut. Perang Napoleon adalah awal karirnya, dengan sebuah kapal perang bermerian 12 dan berawak 80 orang pada bulan Juli 1793 Le Meme berangkat dari Ile de France en Bourbon (sekarang Mauritus) di Samudera Hindia menuju Nusantara.

 

Bulan Agustus, Le Meme merampok kapal Belanda bertujuan Batavia dari kota Padang diselat Sunda, pada hari yang sama dia juga merampok dua buah kapal Cina dan keesokan harinya sebuah kapal Belanda lagi.

 

Dikemudian hari, Ia memimpin sebuah kapal yang lebih besar dengan persenjataan yang lebih lengkap menuju kota Padang. Pasukan Le Meme mendarat di Air Bangis dan menyerang kota Padang melalui Bukit Padang yang terdapat sebuah benteng pertahanan Belanda yang telah kosong. Sebagian pasukan Le Meme menyerang dengan perahu dari Sungai Arau.

 

Le Meme menguasai dan menjarah kota Padang selama 16 hari dan merampok semua kekayaan Belanda dan meminta upeti dari penduduk kota Padang sebanyak 25.000 ringgit dari 75.000 ringgit yang diminta semula. Le Meme meninggal dunia tanggal 30 Maret 1805 dalam perjalanan ke Inggris untuk diadili setelah kalah dalam pertempuran di Laut Arab tanggal 7 November 1804.

 

E.  Komoditas Ekspor Kota Padang

Kota Padang menjadi terkenal pada akhir abad ke 19 karena merupakan kota pengekspor kopi dari dataran tinggi Minangkabau. Ekspor komoditi terpenting kota Padang selama 50 tahun mulai dari tahun 1850 - 1908 ialah kopi, rotan, lada, beras, pala, kulit pala, tembakau dan kopra.

 

Kopra mulai di ekspor tahun 1883, tembakau dan pala pada tahun 1866 sedangkan beras berhenti di ekspor mulai tahun 1889. Amerika Serikat, Perancis dan Jawa adalah tujuan ekspor kopi dari kota Padang selain Belanda pada waktu itu.

 

Jalan kereta api juga dibangun untuk memudahkan pengangkutan hasil bumi dari pedalaman ke kota Padang dan pelabuhan baru yang bernama Emmahaven (Teluk Bayur sekarang) juga di bangun sekitar 7 kilometer disebelah selatan kota Padang untuk memudahkan pengangkutan batubara dari tambang batubara Umbilin.

 

Kopi mulai dibudidayakan di Sumatera Barat akibat kebijakan tanam paksa yang dijalankan oleh Belanda. Tanam paksa yang dijalankan oleh Belanda melalui Van den Bosch di Sumatera Barat tidaklah seberhasil tanam paksa di Jawa. Hal ini disebabkan Van den Bosch dan orang Belanda pada umumnya gagal melihat perbedaan karakter orang Jawa dan orang Minang.

 

F.  Perkembangan Kota Padang

Kota Padang merupakan ibukota provinsi Sumatera Barat, Indonesia dan merupakan kota terbesar di pesisir barat pulau Sumatera. Pada masa kolonial Hindia-Belanda, kota ini menjadi pelabuhan utama dalam perdagangan teh, kopi dan rempah-rempah. Kemudian, memasuki abad ke-20, ekspor batu bara dan semen telah dilakukan melalui Pelabuhan Teluk Bayur.

 

Pada awalnya luas Kota Padang adalah 33 Km2, yang terdiri dari 3 Kecamatan dan 13 buah Kampung, yaitu Kecamatan Padang Barat, Padang Selatan dan Padang Timur. Dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1980 tanggal 21 Maret 1980 wilayah Kota Padang menjadi 694,96 Km2, yang terdiri dari 11 Kecamatan dan 193 Kelurahan.

 

Dengan dicanangkannya pelaksanaan otonomi daerah sejak Tanggal 1 Januari 2001, maka wilayah administratif Kota Padang dibagi dalam 11 Kecamatan dan 103 Kelurahan. Dengan Keluarnya PerDa Kota Padang No. 16 Tahun 2004 tentang Pembentukan organisasi Kelurahan Maka jumlah Kelurahan di Kota Padang menjadi 104 Kelurahan.

 

Kota padang terletak di pantai barat pulau Sumatera dan berada antara 0º44’00”-10838”LS serta antara 100º05’05”-100º34’09”BT. Luas kota padang adalah 694,96Km2.

 

Wilayah daratan Kota Padang yang ketinggiannya sangat bervariasi, yaitu antara 0-1.853 m diatas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Kilangan. Kota Padang memiliki banyak sungai, yaitu 5 sungai besar dan 16 sungai kecil, dengan sungai terpanjang yaitu Sungai Batang Kandis sepanjang 20 km.

Kota Padang mempunyai letak yang sangat strategis, yang merupakan pintu gerbang masuk melalui darat, laut dan maupun udara ke kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Barat ataupun ke propinsi lain yang ada di Pulau Sumatra. Secara geografis Kota Padang berbatasan langsung dengan :

 

·         Sebelah utara dengan Kabupaten Padang Pariaman

·         Sebelah barat dengan Samudra Hindia dan Kabupaten Kepulauan Mentawai.

·         Sebelah Selatan dengan Kabupaten Pesisir Selatan

·         Sebelah Timur dengan Kab. Solok.

 

Menyangkut HUT Kota Padang yang ditetapkan 7 Agustus, itu ada dasarnya, yaitu Keputusan Walikota Madya Kepala Daerah Tingkat II Padang Nomor: 188.45.2.25/SK-SEK 1986 pada tanggal 1 Agustus 1986. Alasannya, 7 Agustus 1669, VOC jatuh dan mengakui dengan resmi kedaulatan atas kota-kota yang diduduki Belanda, termasuk Kota Padang.

 

Suku Aceh adalah kelompok pertama yang datang setelah Malaka ditaklukkan oleh Portugis pada akhir abad ke XVI. Sejak saat itu Pantai Tiku, Pariaman dan Inderapura yang dikuasai oleh raja-raja muda wakil Pagaruyung berubah menjadi pelabuhan-pelabuhan penting karena posisinya dekat dengan sumber-sumber komoditi seperti lada, cengkeh, pala dan emas.

 

Kemudian Belanda datang mengincar Padang karena muaranya yang bagus dan cukup besar serta udaranya yang nyaman dan berhasil menguasainya pada Tahun 1660 melalui perjanjian dengan raja-raja muda wakil dari Pagaruyung. Tahun 1667 membuat Loji yang berfungsi sebagai gudang sekaligus tangsi dan daerah sekitarnya dikuasai pula demi alasan keamanan.

 

Kota Padang pada masa penjajahan Belanda

Kota Padang mulai berkembang sejak kehadiran VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) pada tahun 1663, yang kemudian diiringi dengan migrasi penduduk Minangkabau dari kawasan luhak. Selain memiliki muara yang bagus, VOC tertarik membangun pelabuhan di kawasan tersebut untuk memudahkan akses perdagangan dengan kawasan pedalaman Minangkabau.

 

Pada tahun 1668, VOC berhasil mengusir pengaruh Aceh di sepanjang pesisir pantai barat Sumatera, kemudian melalui regent Jacob Pits meminta Raja Pagaruyung untuk kembali melakukan hubungan dagang.

 

Selanjutnya, VOC membangun kota ini menjadi kota pelabuhan dan pemukiman baru di pantai barat Sumatera. Kemudian, pada tanggal 7 Agustus 1669, terjadi pergolakan masyarakat Pauh dan Koto Tangah melawan monopoli VOC. Peristiwa ini kemudian diabadikan sebagai tahun lahir kota Padang.

 

7 Agustus 1669

Puncak pergolakan masyarakat Pauh dan Koto Tangah melawan Belanda dengan menguasai Loji-Loji Belanda di Muaro, Padang. Peristiwa tersebut diabadikan sebagai tahun lahir kota Padang.

 

20 Mei 1784

Belanda menetapkan Padang sebagai pusat kedudukan dan perdagangannya di Sumatera Barat. Padang menjadi lebih ramai setelah adanya pelabuhan Teluk Bayur Pada tahun 1797, diperkirakan pernah terjadi gempa bumi berkekuatan 8.5–8.7 skala Richter, dan menimbulkan tsunami yang melanda pesisir kota Padang, menyebabkan kerusakan pada kawasan Air Manis.

 

31 Desember 1799

Seluruh kekuasaan VOC diambil alih pemerintah Belanda dengan membentuk pemerintah kolonial dan Padang dijadikan pusat kedudukan Residen. Pada tahun 1833, residen James du Puy melaporkan terjadi gempa bumi di Padang, para ahli memperkirakan berkekuatan 8.6-8.9 skala Richter serta menimbulkan tsunami.

 

Pada tahun 1837, kota Padang dijadikan pusat pemerintahan wilayah Gouvernement Sumatra's Westkust yang meliputi Sumatera Barat dan Tapanuli. Pada 1 Maret 1906, dikeluarkan ordonansi (STAL 1906 No.151) oleh pemerintah Hindia-Belanda yang menetapkan Padang sebagai daerah gemeente, berlaku sejak 1 April 1906.

 

1 Maret 1906

Lahir ordonansi yang menetapkan Padang sebagai daerah Cremente (STAL 1906 No.151) yang berlaku 1 April 1906.

 

Menjelang masuknya tentara pendudukan Jepang pada tanggal 17 Maret 1942, kota Padang telah ditinggalkan begitu saja oleh Belanda karena kepanikan mereka, dan disaat bersamaan Soekarno sempat tertahan di kota ini karena pihak Belanda waktu itu ingin membawanya turut serta melarikan diri ke Australia

 

Kemudian panglima Angkatan Darat Jepang untuk Sumatera menemuinya untuk merundingkan nasib Indonesia selanjutnya. Setelah Jepang dapat mengendalikan situasi, kota ini kemudian dijadikan sebagai kota administratif untuk urusan pembangunan dan pekerjaan umum.

 

Awal kemerdekaan

Berita kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, baru sampai ke kota Padang sekitar akhir bulan Agustus, namun pada tanggal 10 Oktober 1945 tentara Sekutu telah masuk ke kota Padang melalui pelabuhan Teluk Bayur, dan kemudian kota ini diduduki selama 15 bulan.

 

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Mr. Abubakar Jaar diangkat sebagai walikota pertama kota Padang, yang merupakan seorang pamong sejak zaman Belanda, yang kemudian menjadi residen di Sumatera Utara.

 

Pada tanggal 15 Agustus 1946 dipilih Bagindo Azizchan sebagai walikota kedua, atas usulan Residen Mr. St. M. Rasjid, seiring dengan keadaan negara dalam situasi darurat perang akibat munculnya agresi Belanda. Kemudian pada tanggal 19 Juli 1947, Belanda melancarkan sebuah serangan militer dalam kota Padang. Bagindo Azizchan yang waktu itu berada di Lapai ikut tewas terbunuh sewaktu menjalankan tugasnya sebagai kepala pemerintahan kota Padang.

 

9 Maret 1950

Padang dikembalikan ke tangan RI yang merupakan negara bagian melalui SK. Presiden RI Serikat (RIS), No.111 tanggal 9 Maret 1950.

 

15 Agustus 1950

SK. Gubernur Sumatera Tengah No. 65/GP-50, tanggal 15 Agustus 1950 menetapkan Pemerintahan Kota Padang sebagai suatu daerah otonom sementara menunggu penetapannya sesuai UU No. 225 tahun 1948. Saat itu kota Padang diperluas, kewedanaan Padang dihapus dan urusannya pindah ke Walikota Padang.

 

Untuk menghindari kekosongan pemerintahan, Said Rasad dipilih sebagai penganti, dan menjadi Walikota ketiga. Kemudian, ia memindahkan pusat pemerintahan ke kota Padangpanjang. Namun, pada bulan September 1947, Belanda menunjuk Dr. A. Hakim, untuk menjadi walikota Padang.

 

Pada awal tahun 1950-an, sewaktu Dr. Rasidin menjadi walikota Padang, ia mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan becak sebagai sarana transportasi angkutan umum di kota Padang, karena dianggap kurang manusiawi. Kemudian, di tahun 1956, B. Dt. Pado Panghulu, seorang penghulu dari kota Bukittinggi, terpilih sebagai walikota Padang berikutnya. Tidak lama kemudian, pecah ketegangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

 

15 Februari 1958

Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dideklarasikan. Selanjutnya, PRRI yang dianggap sebagai pemberontak oleh pemerintah pusat dihancurkan dengan pengiriman kekuatan militer terbesar yang tercatat dalam sejarah Indonesia. Akibat peristiwa ini juga, terjadi eksodus besar-besaran suku Minangkabau ke daerah lain.

 

Setelah PRRI, pada tanggal 31 Mei 1958, Z. A. St. Pangeran dilantik menjadi walikota Padang yang ketujuh, dengan setumpuk beban berat. Selain melanjutkan pembangunan, ia juga harus memulihkan kondisi psikologis masyarakat yang tercabik akibat perang saudara. Namun pada pertengahan tahun 1966, dia dipaksa mundur dari jabatannya oleh para mahasiswa.

 

29 Mei 1958

SK. Gubernur Sumatera Barat No. 1/g/PD/1958, tanggal 29 Mai 1958 secara de facto menetapkan kota Padang menjadi ibukota propinsi Sumatera Barat.

 

Orde baru

Setelah runtuhnya demokrasi terpimpin pasca Gerakan 30 September, dan kemudian muncul istilah Orde Baru, pada tahun 1966, Drs. Azhari terpilih sebagai walikota Padang yang kedelapan. Pada tahun 1967, ia digantikan oleh Drs. Akhiroel Yahya sebagai walikota kesembilan. Pada tahun 1971, Drs. Hasan Basri Durin terpilih sebagai walikota Padang.

 

Tahun 1975

Secara de jure Padang menjadi ibukota Sumatera Barat, yang ditandai dengan keluarnya UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, dengan Kotamadya Padang dijadikan daerah otonom dan wilayah administratif yang dikepalai oleh seorang Walikota.

 

 

Sapta Tirta : Berbagai Kekuatan Kegunaan & Keunikan

  Sejarah Perjuangan Leluhur Bangsa Obyèk wisata spiritual Sapta Tirta (7 macam air sendang) terdapat di desa Pablengan Kecamatan Matésih ...