Friday, September 18, 2020

Perkembangan Hindu-Buddha di Indonesia

 

Berbicara mengenai agama dan budaya Hindu-Buddha, maka pandangan kita tidak terlepas pada peradaban lembah Sungai Indus di India. Wilayah ini sudah sejak dulu telah menjadi tempat lahirnya peradaban. Di India mulai tumbuh dan berkembang agama dan budaya Hindu dan Buddha. Lalu bagaimanakah agama Hindu dan Buddha dapat masuk dan menyebar di Kepulauan Indonesia? Pertanyaan tersebut akan terjawab melalui uraian berikut.

 

Persebaran agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari hubungan dagang yang sudah terjalin antara Indonesia dengan bangsa Asia, khususnya India sejak permulaan abad pertama masehi.

 

Hubungan perdagangan tersebut didasarkan dalam berbagai sumber baik dari dalam  (intern) dan dari luar (ekstern). Sumber dari luar antara lain:

 

1.  Sumber dari Cina

Hubungan antara Indonesia dan Cina berkembang pada abad ke-5. Bukti–bukti ini diperkuat oleh adanya pendeta Buddha, Fa Hien. Sekitar tahun 413 M, Fa Hien melakukan perjalanan dari India ke Ye-Po-Ti (Tarumanegara) dan kembali ke Cina melalui jalur laut. Dilanjutkan Kaisar Wen Ti mengirim utusan ke She–po (Pulau Jawa).

 

Hal ini dibuktikan bahwa abad ke-5 telah dilakukan hubungan perdagangan dan pelayaran secara langsung antara Indonesia dan Cina. Barang yang mereka perdagangkan berupa sutra, kertas, kulit binatang berbulu, dan keramik. Adakah benda-benda tersebut yang masih disukai orang-orang di zaman sekarang ini? coba kalian sebutkan!

 

2.  Sumber dari India

Hubungan dagang antara Indonesia dan India terjadi pada abad 2–3 Masehi.  Hubungan perdagangan bangsa Indonesia dengan bangsa Asia pertama kali dilakukan dengan bangsa India. Hal ini dibuktikan dengan adanya bukti dari kitab Jataka dan kitab Ramayana. Dalam kitab Jataka disebutkan nama Swarnabhumi sebuah negeri emas yang dapat dicapai setelah melalui perjalanan yang penuh bahaya dan rintangan. Swarnabhumi yang dimaksud adalah Pulau Sumatra.

 

Sedangkan dalam kitab Ramayana disebutkan nama Yawadwipa dan Swarnadwipa. Menurut para ahli Yawadwipa = pulau padi yang diduga merupakan sebutan untuk Pulau Jawa. Sedangkan Swarmadwipa = pulau emas dan perak adalah sebutan pulau Sumatra. Barang dagangan yang dibawa dari India berupa ukiran, gading, perhiasan, kain tenun, permata, gelas, dan wol.

 

3.  Sumber dari Yunani

Sumber tentang hubungan perdagangan antara Indonesia dengan bangsa Asia juga didapat dari bangsa Yunani yang bernama Claudius Ptolomeus, seorang ahli  ilmu bumi dari Yunani yang menyebutkan bahwa nama labadio yang artinya pulau jelai. Mungkin kata ucapan Yunani itu untuk menyebutkan nama Yawadwipa yang artinya pulau jelai. Seperti yang disebutkan dalam kitab Ramayana bahwa Yawadwipa yang dimaksud adalah Pulau Jawa. 

 

    Sumber Intern

Sumber-sumber sejarah di dalam negeri memperkuat adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina yang antara lain berupa :

1.  Prasasti

     Prasasti tertua yang ada di Indonesia yang menunjukkan hubungan Indonesia dengan India misalnya Prasasti Mulawarman di Kalimantan Timur yang berbentuk Yupa. Begitu juga prasasti Purnawarman dari kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Semua prasasti ditulis dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa.

 

2.  Kitab-Kitab Kuno

     Kitab-kitab kuno yang ada di Indonesia biasanya ditulis di atas daun lontar dengan menggunakan bahasa dan tulisan Jawa Kuno yang juga merupakan pengaruh dari bahasa Sanskerta dan tulisan Pallawa. Kemampuan membaca dan menulis ini diperoleh dari pengaruh Hindu dan Buddha.

 

3.  Bangunan-bangunan Kuno

     Bangunan-bangunan kuno yang bercorak Hindu ataupun Buddha terdiri atas candi, stupa, relief, dan arca. Banyak peninggalan bangunan-bangunan kuno yang bercorak Hindu atau Buddha di Indonesia. Ada juga benda-benda peninggalan dinasti-dinasti Cina. Dengan adanya bangunan-bangunan kuno tersebut menjadi bukti adanya hubungan antara Indonesia, India, dan Cina.

 

Hubungan dagang antara Indonesia dan India mengakibatkan masuknya pengaruh budaya India ke Indonesia, baik pengaruh Hindu maupun Buddha. Interaksi dengan kedua bangsa itu membawa perubahan pada bentuk tatanegara di beberapa daerah di Kepulauan Indonesia. Juga perubahan dalam susunan kemasyarakatan dan sistem kepercayaan. Sejak saat itu pula pengaruh-pengaruh Hindu-Buddha berkembang di Indonesia.

 

Beberapa bukti menunjukkan, setelah budaya India masuk, terjadi banyak perubahan dalam tatanan kehidupan. Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan, kerajaan tertua di Muarakaman, Kalimatan Timur, yaitu Kerajaan Kutai mendapat pengaruh yang kuat dari budaya India yaitu budaya yang dikembangkan oleh Bangsa Arya di lembah Sungai Indus.

 

Percampuran budaya itu kemudian melahirkan kerajaan yang bersifat Hindu di Nusantara. Baik itu yang mencakup dalam sistem religi, sistem kemasyarakatan, dan bentuk pemerintahan. Suatu hal yang sangat penting dalam pengaruh Hindu adalah adanya konsepsi mengenai susunan negara yang amat hirarkis dengan pembagian-pembagian dan fraksi-fraksi yang digolongkan ke dalam empat atau delapan bagian besar yang bersifat sederajat dan tersusun secara simetris.

 

Semua bagian-bagian itu diorientasikan ke atas, yaitu sang raja dianggap sebagai keturunan dewa. Raja dianggap keramat dan puncak dari segala hal dalam negara dan pusat alam semesta.

 

Sebelum kebudayaan India masuk, pemerintahan desa dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih oleh anggota masyarakat. Setelah masuknya budaya India, terjadi perubahan. Kedudukan kepala suku digantikan oleh raja seperti halnya di India. Raja memiliki kekuasaan yang sangat besar. Kedudukan raja tidak lagi dipilih oleh rakyatnya, akan tetapi diturunkan secara turun temurun. Demikian pula dengan sistem kemasyarakatan.

 

Sistem kemasyarakatan yang dikembangkan oleh bangsa Arya yang berkembang di Lembah Sungai Indus adalah sistem kasta. Sistem kasta mengatur hubungan sosial bangsa Arya dengan bangsa-bangsa yang ditaklukkannya. Sistem ini membedakan masyarakat berdasarkan fungsinya.

 

Golongan Brahmana (pendeta) menduduki golongan pertama. Ksatria (bangsawan, prajurit) menduduki golongan kedua. Waisya (pedagang dan petani) menduduki golongan ketiga, sedangkan Sudra (rakyat biasa) menduduki golongan terendah atau golongan keempat. Sistem kepercayaan dan kasta menjadi dasar terbentuknya kepercayaan terhadap Hinduisme. Penggolongan seperti inilah yang disebut caturwarna.

 

Agama dan budaya Hindu-Buddha berasal dari India. Lalu, bagaimana agama dan budaya Hindu-Buddha bisa masuk dan tersebar di wilayah Indonesia serta dianut oleh raja-raja dan para bangsawan, dan kemudian tersebar ke lingkungan rakyat biasa?

 

Proses masuknya Hindu-Buddha atau sering disebut Hindunisasi di Kepulauan Indonesia ini masih ada berbagai pendapat. Sampai saat ini masih ada perbedaan pendapat mengenai cara dan jalur proses masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Buddha di kepulauan Indonesia.

 

Beberapa pendapat (teori) tersebut dijelaskan pada uraian berikut :

1.  Teori Ksatria

Dalam kaitan ini R.C. Majundar berpendapat, bahwa munculnya kerajaan atau
pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia disebabkan oleh peranan kaum ksatria atau para prajurit India. Para prajurit diduga melarikan diri dari India dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya.

 

Namun, teori Ksatria yang dikemukakan oleh R.C. Majundar ini kurang disertai dengan bukti-bukti yang mendukung. Selama ini belum ada ahli arkelog yang dapat menemukan bukti-bukti yang menunjukkan adanya ekspansi dari prajurit-prajurit India ke Kepulauan Indonesia. Kekuatan teori ini terletak pada semangat untuk petualangan para kaum kesatria.

 

2.  Teori Waisya

Teori ini terkait dengan pendapat N.J. Krom yang mengatakan bahwa kelompok yang berperan dalam penyebaran Hindu-Buddha di Asia Tenggara, termasuk Indonesia adalah kaum pedagang. Pada mulanya para pedagang India berlayar untuk berdagang.

 

Pada saat itu jalur perdagangan melalui lautan yang tergantung dengan adanya musim angin yang menyebabkan mereka tergantung pada kondisi alam. Bila musim angin tidak memungkinkan, maka mereka akan menetap lebih lama untuk menunggu musim baik. Para pedagang India pun melakukan perkawinan dengan penduduk pribumi dan melalui perkawinan tersebut mereka mengembangkan kebudayaan India.

 

Menurut G. Coedes, yang memotivasi para pedagang India untuk datang ke Asia Tenggara adalah keinginan untuk memperoleh barang tambang terutama emas dan hasil hutan.

 

3.  Teori Brahmana.

Teori sesuai dengan pendapat J.C. van Leur bahwa Hinduninasi di Indonesia disebabkan oleh peranan kaum Brahmana. Pendapat van Leur didasarkan atas temuan-­temuan prasasti yang menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf pallawa. Bahasa dan huruf tersebut hanya dikuasai oleh kaum Brahmana.

 

Selain itu adanya kepentingan dari para penguasa untuk mengundang para Brahmana India. Mereka diundang ke Asia Tenggara untuk keperluan upacara keagamaan. Seperti pelaksanaan upacara inisiasi yang dilakukan oleh para kepala suku agar mereka menjadi golongan ksatria.

 

Pandangan ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan oleh Paul Wheatly bahwa para penguasa lokal di Asia Tenggara sangat berkepentingan dengan kebudayaan India guna mengangkat status sosial mereka.

 

4.  Teori yang dinamakan teori Arus Balik.

Teori ini lebih menekankan pada peranan bangsa Indonesia sendiri dalam proses penyebaran kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Artinya, orang-orang di Kepulauan Indonesia terutama para tokoh-tokohnya yang pergi ke India. Di India mereka belajar hal ihwal agama dan kebudayaan Hindu-Buddha. Setelah kembali ke Kepulauan Indonesia mereka mengajarkan dan menyebarkan ajaran agama itu kepada masyarakatnya.

 

Pandangan ini dapat dikaitkan dengan pandangan F.D.K. Bosch yang menyatakan bahwa proses Indianisasi di Kepulauan Indonesia dilakukan oleh kelompok tertentu, mereka itu terdiri dari kaum terpelajar yang mempunyai semangat untuk menyebarkan Buddha.

 

Kedatangan mereka disambut baik oleh tokoh masyarakat. Selanjutnya, karena tertarik dengan ajaran Hindu­–Buddha mereka pergi ke India untuk memperdalam ajaran itu. Lebih lanjut Bosch mengemukakan bahwa proses Indianisasi adalah suatu pengaruh yang kuat terhadap kebudayaan lokal.

 

Sapta Tirta : Berbagai Kekuatan Kegunaan & Keunikan

  Sejarah Perjuangan Leluhur Bangsa Obyèk wisata spiritual Sapta Tirta (7 macam air sendang) terdapat di desa Pablengan Kecamatan Matésih ...